Page 152 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 152

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              menetap  di pantai dekat  sungai Waipaliti.  Kaum  ketiga  disebut  ‘Latima’  atau
              ‘Lating’, datang pada 1465 dari Jailolo (Halmahera) dipimpin oleh Jamilu. Kaum
              yang keempat  datang  dari Gorong di  Kepulauan Seram  bagian  timur  disebut
              ‘Olong’. Keempat penguasa itu disebut perdana di Hitu, yaitu di wilayah Selan
              Binaur di pesisir selatan Seram Timur, dan Gorong di Kepulauan Seram Laut dan
              Gorong.


                 Mereka dipimpin oleh Mata Lian yang terkenal dengan sebutan Patih Putih.
              Ia diberitakan pernah berkunjung ke Jawa pada sekitar 1500. Di Jawa mungkin
              tinggal di Tuban selama beberapa bulan―karena itu ia juga berjuluk Patih Tuban.
              Selama di Jawa, Mata Lian bertemu dengan penguasa Ternate yang juga sedang
              belajar agama Islam. Oleh karena itulah hubungannya dengan Kesultanan Ternate
              lebih erat.  Dalam kesempatan  pertemuan  itu, dibahas rencana  pembentukan
              pusat kekuasaan politik dan agama Islam di Hitu yang diperintah oleh lembaga
              kesultanan seperti di Ternate. Langkah pertama ialah menyusun pemerintahan
              Hitu yang dikenal dengan sebutan Pemerintahan Empat Perdana.


                 Keluarga lain yang termasuk datang pertama kali dan tinggal di Hitu adalah
              Soa Nusatapi. Keluarga ini berasal dari Jailolo di Pulau Halmahera yang datang
              ke Hitu pada 1465 atau 1480 (?). Soa-soa lain yang datang ke Hitu adalah Soa
              Perdana Tanahitumasang yang datang dari Jawa pada 1469.

                 Telah  disebutkan  bahwa  jaringan pelayaran  dan perdagangan di  wilayah
              Maluku tercipta karena sumber daya alam yang merupakan spesifikasi masing-
              masing pulau. Hitu muncul  sebagai  bandar  utama  di Maluku  Tengah pada
              sekitar awal abad  ke-16 bersamaan dengan meluasnya pembudidayaan  atau
              penanaman cengkih di wilayah tersebut, terutama di Jazirah Hoamoal di Seram

              Barat.  Perluasan budidaya  tanaman cengkih  itu berkaitan  dengan perluasan
              kekuasaan Ternate ke wilayah Maluku Tengah. Cengkih yang semula hanya ada
              di wilayah Maluku Utara, kemudian meluas ke wilayah Maluku Tengah terutama
              di Pulau Seram.

                 Sebagai bandar utama di Maluku Tengah, Hitu mempunyai kedudukan yang
              istimewa karena hubungannya dengan Jepara di Jawa yang kala itu merupakan
              bandar  yang cukup  ramai  di pantai utara Jawa. Jepara  merupakan  pelabuhan
              Kerajaan  Demak yang pada  masa  itu sudah menganut  Islam  dan merupakan




                                              136
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157