Page 158 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 158

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



              8.4 Pemerintahan di Tanah Hitu


                 Raja Mateuna’ adalah  raja Kerajaan  Tanah Hitu yang  kelima  dan juga
              merupakan  raja terakhir  pada  pusat  pemerintahan  Kerajaan Tanah Hitu yang
              pertama.  Kini, bekas  kerajaan menjadi  Dusun Ama Hitu terletak  sekitar satu
              kilometer dari Negeri Hitu. Raja Mateuna’ mangkat pada 29 Juni 1634.

                 Pada  awal  abad  ke-16,  semasa  pemerintahan  Raja  Mateuna’,  Negeri  Hitu
              sebagai pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu dipindahkan ke pesisir pantai yang
              kini menjadi Negeri Hitu. Pada masa pemerintahannya terjadi kontak pertama
              dengan pendatang Portugis untuk urusan dagang. Perlawanan fisik dalam Perang

              Hitu I yang terjadi pada 1520–5 dipimpin oleh tubanbessy pertama yaitu Kapitan
              Sepamole. Dalam perlawanan itu Portugis berhasil disingkirkan dari Tanah Hitu.
              Kemudian, di lokasi penyingkiran itu didirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon
              (Semenanjung Lei Timur) pada 1575. Dari sanalah Portugis mulai mengkristenkan
              penduduk Jazirah Lei Timur.

                 Raja Mateuna’ meninggalkan  dua  anak yaitu  Silimual  dan Hunilamu. Ia
              beristrikan wanita  asal Halong.  Ibu  dari Mateuna  berasal  dari negeri  Soya  di
              Jazirah Lei Timur di Hitu Selatan. Ia digantikan oleh anak kedua, yaitu Hunilamu
              dengan nama penobatannya Latu Sitania VI (1637–82). Anak pertama Silimual

              dinobatkan di Kerajaan Hoamual (Seram Barat) menjadi Kapitan Hoamual dan
              berdomisili  di sana. Kapitan  Hoamual  memimpin  perang melawan  Belanda
              yang  dikenal dengan Perang Hoamual (1625–56).  Hingga sekarang seluruh
              keturunannya masih berdomisili di sana dan menjadi  orang asli negeri  Luhu
              (Seram Barat) bermarga Silehu.

                 Sesudah  Portugis  diusir, Belanda makin memperkokoh  pengaruhnya dan
              mendirikan benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki
              Gunung Wawane. Raja Hunilamu memerintahkan ketiga perdananya mendirikan
              negeri baru untuk mengawasi kehadiran dan membendung pengaruh Belanda

              yang membangun  Benteng Amsterdam  di Tanah Hitu. Negeri  baru  itu  dalam
              bahasa  Hitu disebut  Hitu Helo yang berarti  ‘Hitu Baru’. Disebabkan  oleh
              perkembangan pengaruh dialek bahasa, kata helo menjadi hila, yaitu negeri Hila
              sekarang,  sedangkan negeri asal mereka,  yakni Hitu, berganti  nama  menjadi
              negeri Hitu Lama.



                                              142
   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163