Page 169 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 169
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
Pada 1495, syariat Islam mulai diterapkan dalam sistem pemerintahan
kerajaan. Gelar raja berubah menjadi sultan. Caliati naik tahta dan menjadi
penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan dengan nama Sultan
Jamaluddin (1495–1512). Ia diislamkan oleh seorang Arab, Syech Mansur, yang
memberi nama Jamaluddin tersebut. Pada waktu itu, pusat kerajaan berada di
Gam Tina. Ketika Sultan Almansyur, pengganti Jamaluddin, naik tahta pada 1512,
ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum,
Tidore Utara. Posisi ibu kota baru itu berdekatan dengan Ternate, diapit Tanjung
Mafugogo dan Pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang,
lokasi ibu kota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibu kota Tidoere dengan
berbagai alasan. Pada 1600, Sultan Mole Majimo (Alauddin Syah) memindahkan
ibu kota ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan itu disebabkan oleh
meruncingnya persengketaan dengan Ternate. Posisi ibu kota ketika itu sangat
dekat dengan Ternate sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat
lain menambahkan bahwa perpindahan ibu kota didorong oleh keinginan untuk
berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animistik agar
memeluk Islam. Perpindahan ibu kota yang terakhir adalah ke Limau Timore pada
masa Sultan Saifuddin (Jou Kola, 1657–59). Limau Timore kemudian berganti
nama menjadi Soasio hingga saat ini.
Pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780–1805), wilayah kekuasaan
Tidore meliputi Halmahera Timur (Weda, Patani, Gebe, dan Bicoli), Seram Utara
dan Timur, Kepulauan Raja Ampat dan Papua daratan, Seram, dan Halmahera
Timur. Sultan Nuku berhasil menciptakan persekutuan tiga dari empat kesultanan
Maluku, yaitu Tidore, Bacan, dan Jailolo.
8.11 Struktur Pemerintahan di Tidore
Sistem pemerintahan di Tidore cukup mapan dan berjalan dengan baik.
Struktur tertinggi kekuasaan berada di tangan sultan. Meskipun sistem
pemerintahan berbentuk kerajaan/kesultanan, sama seperti di Ternate dalam
suksesi kekuasaan Tidore tidak mengenal sistem putra mahkota sebagaimana
kerajaan yang lain di kawasan Nusantara. Seleksi sultan dilakukan melalui
153