Page 175 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 175
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
pesisir utara Pulau Seram dan wilayah kepulauan di wilayah paling timur Pulau
Seram, yaitu Gorom dan Seram Laut hingga ke kepulauan wilayah Raja Ampat
(Leirissa dalam Abdurahman, dkk. 2001). Kedua wilayah kerajaan itu dapat
dilihat saling bersaing melebarkan sayap kekuasaannya hingga keluar wilayah
geografisnya di pulau-pulau di seberang lautan.
Latar belakang sejarah Islam di Kerajaan Hitu berbeda dengan kerajaan-
kerajaan lain di Maluku bagian tengah. Penyebaran dan perkembangan Islam di
Hitu semasa dengan di Ternate. Raja Hitu bersama dengan Sultan Ternate Zainal
Abidin belajar Islam pada waktu yang bersamaan di Gresik, Jawa Timur. Justru
dari pertemuan tersebut keduanya membangun jalinan politis antara Hitu dan
Ternate dalam suatu ikatan perjanjian yang mungkin sekali berbarengan dengan
penyebaran Islam di wilayah masing-masing (Putuhena dalam Abdulrahman,
dkk. 2001).
Secara arkeologis, bukti-bukti keberadaan Islam dapat ditelusuri di wilayah
bekas Kerajaan Hitu. Perkembangan agama dan budaya Islam di kerajaan itu
merupakan yang paling kuat di wilayah bagian tengah Kepulauan Maluku. Selama
itu, Hitu memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang
kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah itu ditemukan
bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun di atas bukit bernama Amahitu.
Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah al-Quran kuno dan naskah kuno
lainnya, pucuk mustaka (momolo) masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam
raja, penanggalan Islam kuno, dan timbangan zakat fitrah (Sahusilawae 1996;
Handoko 2006).
Dari data arkeologi tersebut tergambarkan bahwa Hitu merupakan wilayah
kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini, tidak ditemukan
bukti-bukti baik secara arkeologis maupun budaya tak benda (intangible) yang
menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non-Islami. Dengan
kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu tidak
menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan daerah pusat penyebaran Islam
lainnya. Budaya tak benda juga lazim ditemukan seperti di daerah lain, misalnya
tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu. Tradisi itu mirip ziarah ke makam
“orang suci” seperti para wali di Jawa. Selain itu, di Desa Kaitetu, yang pada masa
159