Page 180 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 180
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
Pemahaman masyarakat Negeri Hila terhadap tiang alif tidak menyebut
mamolo seperti lazimnya masyarakat lain di Tanah Jawa. Masyarakat Hitu lebih
menyebutnya sebagai “tiang alif” karena bentuknya seperti abjad pertama Arab,
berdiri tegak lurus di puncak atap dengan memberi mahkota. Hiasan tiang alif
memperindah seluruh fisik bangunan masjid itu dari berbagai sudut pandang.
Apalagi ditambah dengan ornamen seni tangan mengukir mengelilingi ruang
Masjid.
Terdapat hiasan berupa ukiran delapan sisi pada puncak atap masjid yang
mengandung makna penjuru mata angin bagi aktivitas manusia secara ekonomi,
pertanian, dan kelautan. Empat ventilasi di bagian perut tiang alif bermakna
memberi perlindungan kepada masyarakat. Ukuran panjang/tinggi tiang
mencapai lima meter melambangkan salat lima waktu, tetapi ada juga yang
memberi makna lima rukun Islam.
9.3 Warisan Ternate
Imperium di timur Nusantara yang dipimpin Ternate memang telah runtuh
sejak pertengahan abad ke-17, namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan/
kesultanan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad
kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam membentuk
peradaban yang bernuansa Islam di Nusantara bagian timur khususnya di
Sulawesi bagian utara dan pesisir timur, dan Maluku. Pengaruh itu mencakup
agama, adat-istiadat dan bahasa.
Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan
syariat Islam di wilayah timur Nusantara bahkan hingga bagian selatan Filipina,
seperti di Pulau Mindanao dengan Kesultanan Sulu. Bentuk organisasi kesultanan
serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal
Abidin pada abad ke-15 menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku
hampir tanpa perubahan yang berarti.
164