Page 79 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 79

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               dan menyempurnakan hukum yang terdapat di Kedatuan Luwu. Walau demikian
               Datu Luwu memilih jalan damai dalam melaksanakan penyebaran Islam dan tidak
               memaksakan dengan cara kekerasan (Mappangara [ed.] 2004: 119–21). Bersama
               baginda La Patiware Daeng Parabung, permaisuri Karaeng ri Balla Bugisika, dan
               ketiga anak mereka, yaitu La Pattiaraja (12 tahun), La Patipasaung (10 tahun), dan
               Karaeng Baineya (6 tahun), memeluk agama Islam, diikuti oleh para bangsawan

               istana lainnya. Termasuk Maqdika Bua Tandipau bersama pengikutnya kemudian
               mengikuti langkah rajanya memeluk agama Islam. Pelaksanaan syariat pada masa
               awal tersebut terutama pada pengakuan atas Allah dan rasul-Nya Muhammad
               (syahadat) dan larangan untuk tidak lagi mengkomsumsi babi (Mappangara [ed.]
               2004: 120).

                   Walaupun demikian, seorang kerabat raja Luwu yang bernama Patiparessa
               Aru  Pao, yang  juga  merupakan  saudara  Datu  Luwu,  meminta  waktu  atas
               larangan memakan daging babi. Bangsawan itu meminta penangguhan aturan
               tersebut  agar  dirinya dapat menghabiskan  persediaan dendeng  daging  babi

               yang  dimilikinya. Namun,  ternyata dendeng  tersebut tidak  pernah habis
               karena kemungkinan  terus ditambahkan  oleh para pengikutnya. Keadaan  itu
               menimbulkan  perbincangan dan kegaduhan  di  antara para  bangsawan  istana
               Luwu.  Hal  itu menyebabkan  Patiparessa  Aru Pao  menghilang dan selang
               beberapa  hari ditemukan  dalam  keadaan  tidak bernyawa lagi,  entah dibunuh
               atau melakukan bunuh diri (Mattata 1967: 72).

                   Terlepas dari penolakan tegas ajaran Islam mengenai daging babi sebagai
               makanan, masyarakat di sekitar Luwu memandang babi sebagai perwakilan dari
               Dunia Bawah yang  berhubungan  dengan hutan  belantara  yang  dipenuhi  oleh

               hal-hal gaib dan menakutkan. Menurut orang Toraja, salah bentuk gaib tersebut
               adalah keyakinan bahwa ilmu kekebalan yang paling kuat adalah dari rantai besi
               yang didapatkan dari lapisan kulit bawah babi. Pendapat tersebut juga diyakini
               oleh masyarakat lain di luar suku Toraja (Gibson 2009: 101).

                   Kesukarelaan  Datu  Luwu  La Patiware  Daeng  Parebung memeluk  agama
               Islam tidak lepas dari tradisi lisan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam
               sebuah versi tradisi lisan diungkapkan bahwa setelah ketiga datuk tiba di pantai
               dan bertemu dengan seorang nelayan yang berasal dari Mandar di pesisir pantai





                                              63
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84