Page 96 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 96

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



                     Satu  hal yang penting dilakukan  pada  masa  pemerintahan  Sultan
              Abdullah adalah pemindahan ibu kota Kedatuan Luwu dari Patimang-Malangke
              ke Palopo yang berjarak sekitar 40 kilometer. Disebutkan bahwa pemindahan itu
              bertujuan agar memudahkan syiar Islam dan menata pemerintahan Luwu lebih
              baik. Wilayah yang dijadikan ibu  kota baru  Kedatuan  Luwu  tersebut  mulanya
              bernama kampung Wareq. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa Wareq

              atau Wara menunjukkan nama tempat yang memiliki makna yang sama dengan
              Watampare,  Ale Luwu,  dan ‘Palopo’.  Secara  etimologi,  kata  ware ditafsirkan
              bermakna  ‘melintang’,  ‘mencegah’,  atau  ‘palang’.  Sementara itu,  kata  palopo
              memiliki pengertian, pertama, sebagai penyebutan nama jenis makanan khas
              Luwu  yang terbuat dari bahan  berupa  beras ketan, gula merah,  dan santan.
              Kedua, kata palopoi berarti kata yang pertama diucapkan ketika tiang utama atau
              sokoguru masjid tua Palopo ditegakkan. Makna ketiga berasal dari bahasa Galigo

              yaitu ‘mengatasi’.  Wareq dan palopo merupakan dimensi simbol yang bermakna
                              2
              mengatasi  segenap  dimensi simbol. Dengan melihat  secara geografis,  makna
              mengatasi itu tampak pada letak Palopo atau Wareq yang melintang membuat
              garis  yang mengatasi  pembedaan  ruang  kerajaan  yaitu Palopo  Selatan  dan
              Palopo Utara (Mahmud 2003: 7). Secara geografi, letak Kota Palopo membentang
              dari utara ke selatan pada 22� 55’ Lintang Utara sampai 3� 04 Lintang Utara,
              kemudian membujur dari barat ke timur pada 120� 04’ Bujur Timur sampai 120�
              15’ Bujur Timur. Pada situs ini mengalir dua sungai yang cukup besar yaitu Sungai
              Boting di bagian utara dan Sungai Amasangan di sebelah selatan (Mahmud 2003:

              13).

                     Setelah pemindahan ibu kota Kedatuan Luwu ke Palopo, Sultan Abdullah
              juga mendirikan masjid untuk keperluan ibadah dan pembinaan umat. Dikisahkan
              bahwa Masjid Tua Palopo dibangun hanya dalam tempo sehari yang dilakukan
              bersama-sama segenap rakyat Kedatuan Luwu. Dalam tradisi Islam disebutkan
              bahwa  berdirinya  sebuah  kota Islam  sejak masa Rasulullah  Muhammad  SAW
              selalu didahului oleh pembangunan sebuah masjid dengan tujuan sebagai pusat
              kegiatan berbagai aspek kehidupan umat Islam (Mahmud 2003: 69). Pada kota-
              kota Islam, letak masjid biasanya pada bagian barat dari alun-alun di pusat kota.

              Pada umumnya masjid tersebut  dinamakan  Masjid  Agung atau Masjid  Jami’.
              2  Penafsiran Johan Nyompa (1983) dalam catatan kaki pada Mahmud (2003: 7).




                                              80
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101