Page 97 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 97
ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU
Demikian pula dengan masjid yang dibangun atas perintah Datu Luwu tersebut
sampai kini dinamakan Mesjid Jami’ Tua Palopo.
Adapun komponen utama dari kota Islam di Nusantara adalah keraton atau
istana di pusat kota yang pada umumnya menghadap ke utara, dibuat terpisah
dari bangunan lainnya oleh tembok keliling, parit, atau sungai buatan. Selain itu,
terdapat alun-alun yang umumnya terletak di sebelah utara atau sebelah selatan
istana. Biasanya, apabila letak istana menghadap ke utara maka alun-alun berada
di bagian utara sedangkan apabila istana terletak di selatan maka letak alun-alun
akan menghadap ke selatan (Mahmud 2003: 44–5).
Pada masa pemerintahan Datu La Patipassaung terjadi perubahan besar
dalam susunan kenegaraan di kedatuan tersebut. Jabatan kali atau kadi menjadi
bagian dari anggota Ade Seppulo Dua atau adat dua belas sebagai perwakilan umat
Islam dalam Dewan Adat tertinggi di Kedatuan Luwu. Selain Dewan Adat Dua
Belas, Datu Luwu juga membentuk Dewan Ade Asera atau Dewan Adat Sembilan
yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat. Bentuk ini menyebabkan kekuasaan
seorang datu atau raja berada di tangan rakyat terutama yang menyangkut
urusan pengangkatan dan pemecatan seorang datu (Mattata 1967: 83–4).
Dalam bentuk pemerintahan tersebut, datu didampingi oleh pengadarang
atau kabinet ditambah dengan dua dewan. Pengadarang disebut juga dengan
pallatenni ade atau ‘pemangku adat’ yang bertugas menjalankan urusan
pemerintahan sehari-hari yang terdiri dari seorang patunru atau perdana menteri
yang bergelar opu patunru, seorang pabbicara atau menteri kehakiman yang
bergelar opu pabbicara, kemudian seorang tomarilaleng atau menteri dalam
negeri bergelar opu tomarilaleng. Terakhir adalah balirante merupakan menteri
kesejahteraan yang bergelar opu balirante (Mattata 1967: 85–6).
Selanjutnya adalah Dewan Adat Sembilan atau Ade Asera yang terdiri atas
pertama adalah anak tellue yang merupakan kepala-kepala adat wilayah Bua,
Ponrang, dan Baebunta. Mereka bergelar Madika Bua, Madika Ponrang, dan
Makole Baebunta. Ketiganya pula memiliki hak istimewa sebagai anggota Ade
Seppulo Dua atau Dewan Adat Dua belas. Kedua adalah Bendera Tellue yang
merupakan perwakilan dari tiga golongan warga kerajaan yang memiliki pengaruh
yang kuat yang terdiri dari golongan anakarung yaitu golongan bangsawan
81