Page 236 - PENILAIAN-STATUS-GIZI
P. 236
Penilaian Status Gizi
8. Ketidaksempurnaan Indeks Massa Tubuh
Meskipun IMT merupakan indikator paling praktis untuk menilai obesitas, kadar lemak
tidak secara akurat. Albernethy (1996) menyatakan “karena nilai energi lemak 37 kj.g-1 dan
5kj.g-1, maka orang gemuk (yang kurang banya lemak) akan menunjukkan sedikit
pengurangan massa badan bila dibandingkan orang kurus yang sama-sama mengalami
defisit energi dan indeks massa tubuh juga tidak dapat membedakan massa lemak/non
lemak (Sjostrom, 1992; Abernethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010). Jaringan indeks massa
tubuh tidak secara akurat menentukan jaringan lemak dan nonlemak dalam tubuh manusia,
banyak penelitian membuktikan indeks massa tubuh tinggi berhubungan dengan beberapa
patologi (Sostrom, 1992; Abernety, 1996 dalam E. Indriati, 2010), yang meliputi: 1) Angina
pectoris dan penyakit jantung koroner. Pada satu penelitian wanita umur 35-55 tahun yang
naik berat badan-nya > 10,0 kg sesudah BB umur 18 tahun lebih berisiko terkena angina
pectoris dan penyakit jantung koroner, dibanding wanita yang kenaikan BB-nya < 3,0 kg
(Goldsterin, 1992; Abernethy, 1996 dalam E. Indriati, 2010). 2) Disbetes Mellitus Type II;
3).Hipertensi, bahwa mengurangi berat badan setelah berhenti dari obat anti hipertensi
dapat efektif menjaga tekanan darah (Goldsterin, 1992; Abernethy, 1996 dalam E. Indriati,
2010). 4) Abormalitas profil lemak darah, bahwa penurunan berat badan meningkatkan
kolesterol jenis High Density Lipoprotein (HDL) dan menurunkan Low Density Lipoprotein
(LDL) dan trigliserida (Goldsterin, 1992; Abernethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010).
Keterbatasan skor indeks massa tubuh yang lain adalah bahwa IMT tidak tepat dipakai
dalam masa pertumbuhan karena tulang masih tumbuh dan tinggi badan berubah
(Abernsethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010). Pada individu yang bertungkai panjang, IMT
cenderung rendah (Abernsethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010). Studi IMT dihubungkan dengan
mortalitas oleh Bray, 1992; Abernethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010) dengan klasifikasi: 1).
IMT=20,0-25,0 kg/m2 mortalitas rendah; IMT = 30,0 – 35,0 kg/m2 mortalitas sedang; IMT =
35,0 – 40,0 kg/m2 mortalitas tinggi; dan ; IMT 40,0 kg/m2 mortalitas sangat tinggi.
Dijelaskan bahwa badan terlalu gemuk dan terlalu kurus sama-sama berisiko penyakit.
IMT tinggi berhubungan dengan penyakit kandung kemih dan meningkatnya trigliserida
(Bray, 1992; Abernethy, 1996 dalam E.Indriati, 2010), sedangkan IMT rendah kurang dari
20,0 kg/m2 berhuhungan dengan penyakit pencernaan dan paru-paru. Risiko terendah
penyakit jantung koroner adalah IMT 23 kg/m2 (Waaler, 1983; Abernethy, 1996 dalam
E.Indriati, 2010). Dari berbagai laporan dapat disimpulkan IMT ideal antara 20,0 – 25,0
kg/m2. Tidak dibenarkan IMT terlalu rendah, menurut data Natural Health and Nutrition
Examination Survey atau NHANES III, hanya 20 dari 3.084 wanita umur 18-34 tahun
mempunyai IMT kurang dari rata-rata IMT supermodel (Olds, 2009 dalam E.Indriati, 2010).
Selain dunia supermodel, cabang olahraga senam (gymnast) juga mensyaratkan IMT rendah
untuk kelincahan gerak dan kelenturan tubuh. Sebagai bahwa pada olimpiade dan
perlombaan dunia pesenam wanita, umur rata-rata IMT pesenam bergeser dari 22,7 kg/m2
pada 1964 menjadi 16,6 kg/m2 pada 1987 (Norton et al., 2004 dalam E.Indriati, 2010).
Olahraga senam profesional dengan IMT rendah (termasuk ballerina) acapkali dibubungkan
dengan rendahnya leptin dan lambatnya menarche, karena lambatnya menarche mungkin
228