Page 111 - ETPEM2016
P. 111

Ajaran etika leluhur Sunda kepada ketiganya berbunyi: “Sang

               rama, sang resi, sang prabu mangka pahi iyatnayatna di duuman
               siya.  Sang  resi  ngagurat  cai,  sang  rama  ngaggurat  lemah,  sang
               prabu ngagurat batu. Hedap ma diduumkeun ka sang resi, sabda
               ma  diduumkeun  ka  sang  rama,  bayu  ma  diduumkeun  ka  sang
               prabu.”  Terjemahannya,    “Sang  Rama,  sang  Resi,  sang  Prabu,
               hendaklah mengerti sungguh-sungguh tentang pembagian hak-hak
               kalian.  Sang  Resi  berwatak  memberi  kesejukan,  sang  Rama
               berwatak  memberi  tempat  berpijak,    sang  Prabu  berwatak
               berpendirian teguh. Nurani wajib dimiliki oleh sang Resi, ucapan
               wajib dimiliki oleh sang Rama, dan kekuatan wajib dimiliki oleh sang

               Prabu” (Ekadjati, 2009:139).
                     Konsep  Tri  Tangtu  Di  Bwana  nampaknya  ada  kemiripan
               dengan  konsep  tripraja  (tiga  kekuasaan  negara)  seperti  trias
               politica dari Montesque, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif dan
               yudikatif.  Dalam hal ini, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Prabu,
               legislatif  dipegang  oleh  Rama,  dan  yudikatif  dipegang  oleh  Resi.
               Adapun  wataknya  masing-masing,  Prabu  adalah  raja  dan  para
               pembantunya yang harus berwatak  ngagurat batu (teguh dalam

               menjalankan  amanah)  dan  karenanya  ia  harus  punya  kekuatan,
               kharisma  atau wibawa.  Rama adalah orang yang dituakan (wakil
               rakyat) yang harus berwatak ngagurat lemah (menentukan yang
               semestinya dijalani) dan karenanya ia harus mampu berucap baik,
               benar,  dan  jelas  dalam  menentukan  arah.  Resi  adalah  sesepuh
               bidang  agama  dan  hukum  yang  berwatak  ngagurat  cai
               (menyejukkan hati dan menyatukan kembali yang berselisih) dan
               karenanya ia harus mampu menggunakan hati nuraninya.
                     Ketiga, etika dari Sanghyang Siksa Kandang Karesian.

                                                                              95
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116