Page 191 - ETPEM2016
P. 191
dalam ruang batinnya akan mendorong dengan kuat untuk
mengaplikasikan etika. Sebaliknya, apabila sewaktu-waktu lengah
tergoda syetan sehingga ia melakukan pelanggaran etika, ia akan
sungguh-sungguh menyesalinya karena itu ia segera bertobat,
memohon ampunan kepada Tuhannya.
Faktor kelima, pengalaman yang berkualitas etis.
Pengalaman merupakan cara dalam menemukan
pengetahuan dan pancaindera sebagai alat yang menangkapnya
(Nasution, 2000:52). Selain itu, pengalaman merupakan pula
proses yang dapat mengubah sikap, tingkah laku dan pengetahuan
(Purwanto, 2003:86). Dari kedua pendapat tersebut diketahui
bahwa pengalaman merupakan hasil tangkapan pancaindera
terhadap fakta/kejadian nyata yang dapat menghasilkan
pengetahuan serta dapat mengubah sikap/perilaku seseorang.
Dalam hal ini, tentu saja tidak setiap pengalaman akan
membuahkan pengetahuan. Hanya pengalaman yang ‘dipikirkan’
yang dapat menghasilkan pengetahuan.
Pengalaman yang dipikirkan, pada awalnya melalui proses
sensasi dan persepsi. Ahmad Fauzi (1997:37) mengemukakan
bahwa penerimaan stimulus/stimuli melalui pancaindera disebut
‘sensasi,’ sedangkan menafsirkan stimulus/stimuli yang sudah
berada di dalam otak adalah ‘persepsi.’ Hal itu diibaratkan adanya
perbedaan antara hasil memotret (hasil tangkapan lensa) dengan
hasil melukis (hasil pikiran).
Pengalaman, selain ditangkap dan diolah oleh pikiran (di
kawasan kognitif) dapat pula ditangkap oleh perasaan (di kawasan
175

