Page 188 - ETPEM2016
P. 188
membayar zakat; nilai ‘baik’ bagi perbuatan yang berkategori
‘sunat’ misalnya, bersedekah kepada fakir miskin,
menggembirakan hati orang lain atau memudahkan urusan orang
lain; ‘tidak bernilai’ positif maupun negatif (netral) bagi perbuatan
yang berkategori ‘mubah’ misalnya, memakan makanan yang
disukai sepanjang tidak tergolong haram; nilai ‘buruk’ bagi
perbuatan yang berkategori ‘makruh’ misalnya, mengabaikan
nasehat seorang ahli; dan nilai ‘buruk sekali’ bagi perbuatan yang
berkategori ‘haram’ misalnya, membunuh, memperkosa,
berbohong, curang, menipu, dan menghasut.
Dalam hubungannya dengan etika, Djoko Widagdho
(2003:198) mengemukakan bahwa kepercayaan optimis jika
kebaikan dalam tingkah laku akan membawa kebaikan pula. Bagi
yang berbuat baik (tindakan moral) bisa berharap untuk mendapat
kebaikan dalam kesempatan lain. Dengan demikian, kepercayaan
seseorang dapat menimbulkan harapan untuk memperoleh
sesuatu yang menggembirakan di kemudian hari. Jika
kepercayaannya kuat, ia cenderung berbuat baik dalam situasi
apapun. Jika ‘kepercayaan atau keyakinan bergabung dengan nilai’
maka akan menghasilkan ‘sikap mental’ sebagaimana diungkapkan
Stephen Robbins (1979:47), “When beliefs are added to values, we
have attitudes.” Pada akhirnya sikap mental itulah yang akan
langsung mempengaruhi tingkat keetikan perilaku.
Faktor keempat, kesediaan berkorban.
Kesediaan berkorban pada diri seseorang diwujudkan dengan
kerelaan untuk memberi atau membagi sebagian atau keseluruhan
172