Page 189 - ETPEM2016
P. 189
yang dimilikinya (bahkan termasuk jiwa raganya) untuk
kepentingan yang ia bela. Biasanya diikuti oleh kesediaan
mempertanggung-jawabkan perbuatannya yang ditandai
kesanggupan untuk menanggung akibatnya. Kesediaan berkorban
dapat bermotifkan macam-macam, di antaranya motif agama atau
filsafat hidupnya. Agama bersumber dari Tuhan YME, sedangkan
filsafat bersumber dari manusia sendiri.
Menurut Ahmad Tafsir (2000:7), sejarah telah
mempertontonkan adanya manusia yang berani mati untuk dan
karena agama yang dianutnya. Orang mengorbankan harta, pikiran
tenaga, atau nyawa sekalipun untuk dan karena kepercayaan yang
dianutnya. Dengan mengacu pada pendapat itu, dapat dikatakan
bahwa bagi orang yang beragama, kesediaan berkorban sangat
terkait dengan kekuatan imannya. Semakin tebal imannya semakin
kuat kesediaan berkorbannya. Hal ini sejalan dengan pemikiran
Bertens (2007:37) bahwa bila agama berbicara tentang topik-topik
etis, pada umumnya ia berkhotbah, artinya ia berusaha memberi
motivasi serta inspirasi, supaya umatnya mematuhi nilai-nilai dan
norma-norma yang sudah diterimanya berdasarkan iman. Dengan
perkataan lain, agama dapat membuahkan motif seseorang untuk
berperilaku etis.
Tentang motif berperilaku, W.A Gerungan (2000:141)
mengemukakan bahwa motif manusia merupakan dorongan,
keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari
dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif itu memberi
tujuan dan arah kepada tingkah lakunya. Manusia memiliki motif
173