Page 52 - ETPEM2016
P. 52
kemudian (secara terminologis) banyak yang membedakannya.
Bertens (2007:7) berpendapat bahwa moral merupakan bagian
dari etika, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur
tingkah lakunya. Sedangkan Taliziduhu Ndraha (2005:232)
berpendapat bahwa moral adalah norma sosial yang penilaiannya
lebih didominasi oleh budaya, terutama kebiasaan hidup
masyarakat. Sedangkan etika penilaiannya lebih didominasi oleh
suara hati atau hati nurani pelaku. Oleh karena itu, jika sanksi moral
datang dari masyarakat, seperti, dihina, direndahkan martabatnya,
dan dikucilkan; sedangkan sanksi etika datang dari diri sendiri
seperti rasa malu, penyesalan, rasa bersalah (consience stricken),
minta maaf, mohon ampun, bertobat, memberikan tebusan,
mengaku bersalah, mengundurkan diri, pindah tempat tinggal,
bahkan bisa jadi bunuh diri.
Pemahaman Taliziduhu Ndraha tersebut nampaknya sama
dengan pemahaman Wignjosoebroto (dalam Widodo, 2007:48)
yang berpendapat bahwa etika merupakan refleksi “self control”
dan bukan “social control.” Pendapat yang senada juga
dikemukakan oleh Widodo (2007:48) bahwa etika merupakan
kekuatan normatif yang bergerak dari dalam (self control) untuk
mengendalikan perilaku seseorang atau sekelompok orang.
Menurut Aristoteles (dalam Bakhtiar, 2004:31), etika
digolongkan pada filsafat praktis sama seperti ekonomi dan politik.
Sebagai filsafat praktis, etika bukan hanya membahas tentang
‘yang ada’ seperti cabang filsafat yang lainnya, tetapi membahas
‘yang harus dilakukan’ oleh manusia (Bertens, 2007:27).
36