Page 92 - ETPEM2016
P. 92
menunjukkan bahwa etika selain bersumber dari hasil pemikiran
manusia (filsafat) juga bersumber dari Tuhan (keyakinan teologis).
Hasil pemikiran ini sesuai dengan keadaan di negara-negara yang
bangsanya memiliki kepercayaan atau keyakinan agama seperti
Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa sumber etika
pemerintahan di Indonesia selain berasal dari hasil pemikiran
manusia secara filosofis juga bersumber dari agama.
Secara jelas dikemukakan oleh Djadja Saefullah (2007:160)
bahwa etika bagi pejabat publik terdapat dalam sumber-sumber
etika yang secara hierarkis dari mulai agama sampai dengan
perintah atasan (gambar 1).
Kata ‘hierarkis’ menunjukkan bahwa sumber etika yang lebih
atas mempunyai daya keberlakuannya lebih kuat daripada sumber
etika yang lebih bawah. Apalagi dalam hal etika yang bersumber
pada peraturan perundang-undangan (UUD, UU, PP dan peraturan
lainnya), derajat keberlakuannya tentu didasarkan pada hierarki
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dijelaskan oleh Djadja Saefullah bahwa keetikan perilaku
pejabat publik diukur pertama-tama oleh peraturan yang ada
dalam organisasi/lembaga yang bersangkutan. Bisa terjadi
berdasarkan aturan tersebut dinilai etis, tetapi jika diukur oleh
aturan yang lebih tinggi ternyata tidak etis. Mungkin pula
berdasarkan peraturan pemerintah dan undang-undang dinilai etis,
tetapi menurut norma masyarakat tidak etis. Begitu seterusnya ke
atas, sehingga bila diukur oleh norma buatan manusia masih etis,
tetapi jika diukur oleh norma agama belum tentu etis. Dengan
demikian, makin tinggi derajat norma dan makin luas
76