Page 217 - Jalur Rempah.indd
P. 217

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  207



               Raja Al Mansur  meninggal karena penyakit dan karena perpecahan di antara

               putra-putranya  tentang  pergantian  tahta.  Ia  menuntut  penguasa  untuk
               mengembalikan  persenjataan  itu  karena  waktu  yang  ditetapkan  terlewati
               dengan kematian al Mansur. Demikian pula yang terjadi di Ternate. Ketika
               orang tidak segera mengirimnya, Dom Garcia menyatakan perang meskipun
               ada permohonan mereka agar ditunda beberapa  hari, akan  menimbulkan
               akibat  yang  tidak terduga. Pada malam  yang  sama pesan itu  dibawa  dari
               kota  Ternate ke Tidore  yang letaknya  tidak  sampai satu  mil jauhnya.  Kota

               itu direbut, dijarah dan dibakar. Mereka  kembali meneriakkan kemenangan
               dan kesetiaan, suatu sifat dari semua yang menganut kebenaran dan hukum
               Kristen, yang sebelumnya telah disampaikan kepada mereka. Namun, Dom
               Garcia  kehilangan semua yang dia  peroleh  selama menjabat  di  Maluku  di
               Cochin, yang nilainya lebih dari 50 ribu crusado (gulden). 196



               D. PERANG DI MALAKA DAN DI MALUKU


                   Francisco  de Sa  kembali  dari perjalanannya  ke  Sunda tanpa  meraih
               keberhasilan, karena dia menemukan   lokasi Kalapa  (Sunda Kelapa

               maksudnya  yang  kemudian  menjadi  Batavia)  telah  diduduki oleh orang-
               orang Moor, tempat  dia seharusnya mendirikan sebuah benteng,  dan  kota
               Bantao (Bantao atau Bantang mungkin yang dimaksudkan adalah Bantam atau
               Banten) namun  dikuasai oleh pangeran Moor yang bernama Faletehan, yang
               bukan hanya menggulingkan raja Samiam (Sanghyang) yang bersahabat dan
               bersekutu dengan orang Portugis, tetapi juga mengarahkan senjatanya kepada
               Francisco de Sa, membunuh pasukannya dan menempatkannya dalam kondisi
               demikian sehingga dengan frustrasi dia terpaksa melepaskan rencana yang
               diinginkannya, kembali  ke Malaka  dengan kehilangan nahkodanya Duarte
               Coelho  dan seluruh awaknya.  Dari  Malaka,   dikirimkan Francisco  de Mello

               dengan sebuah kapal  untuk meminta  bantuan  pasukan dan perlengkapan
               perang baru kepada gubernur, dengan tujuan  untuk  sekali  lagi  melakukan
               usaha itu. Sebuah usaha pribadi lain dari Capitao Malaka, Jorze Cabral, tidak
               membawa hasil yang lebih baik. Karena orang hidup bersahabat dengan raja
               196  D. K. Bassett. “Amboina Massacre” dalam Journal of Southeast Asian History, Vol. 1, No. 2 (Sep., 1960),
                   hlm. 1-19
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222