Page 222 - Jalur Rempah.indd
P. 222
212 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
bahwa sambutan seperti itu bukanlah sambutan persahabatan, melainkan
justru merupakan ancaman bagi armada yang dimpimpin oleh Simao de
Sousa. Gallela itu membuah sauh di tempat yang kondisinya tidak aman
karena terhalang oleh tingginya ombak dan berhari-hari berlayar dengan
layar yang masih berkembang. Pendayungnya dan seluruh peralatan dayung
telah rusak. Awaknya kelelahan dan menderita karena tenaga yang terkuras.
Tak lama kemudian, datanglah perahu-perahu yang jumlahnya sangat banyak
kemudian menyerang gallela dari berbagai sisi. Di dalam gallela ini terdapat
70 orang yang segera membalas serangan kapal-kapal kecil itu. Dari peristiwa
itu, timbul banyak korban tewas maupun luka. Amunisi di atas gallela telah
habis untuk bertahan. Malam harinya, mereka diserang kembali dengan
tujuan untuk merebut gallelanya. Panglima armada ingin menghindari
terjadinya perang terbuka di laut. Untuk menyelamatkan armada ini, Simao de
Sousa mengirim ke darat utusan yang membawa utusan seolah-olah mereka
ingin berunding dan berdamai dengan raja. Orang-orang Moor (begitu mereka
menyebut orang Aceh) tidak henti-hentinya berusaha untuk menguasai
gallela itu, sehingga tampak seolah-olah mereka akan memenangkannya
dalam serangan pertama. Tetapi orang-orang Portugis ini, meskipun telah
letih dan kehabisan kekuatan, tetap bersemangat untuk bertahan. Banyak di
antara orang Portugis yang meninggal. Mereka yang meninggal diceburkan
ke laut, sementara yang terluka parah, mereka tidak lagi mampu mengangkat
senjata karena tangannya tidak lagi bisa digerakkan. Dalam peristiwa itu
Simao de Sousa terbunuh akibat terkena tembakan yang berasal dari sumpit
yang menembus jantungnya. Antonio de Castro, orang kepercayaan Simao
de Sousa terkena begitu banyak anak panah, sehingga mereka menebas
tangannya yang telah membunuh begitu banyak orang Moor. Orang itu telah
menangkap hidup-hidup Antonio Caldeyra dan Jorze d’Abreu.
Sementara itu, di wilayah lain, di benteng Maluku yang dipimpin oleh Dom
Jorze de Menezes, selalu melaporkan keadaan yang terjadi di Ternate. Pada
bulan Maret, tsebuah kapal Kastil muncul di daerah ini. Dom Jorze meminta
mereka untuk berangkat ke Ternate. Namun bukan jawaban yang diterima,
tetapi tembakan meriam yang ditembakkan dari perahu itu, yang kemudian