Page 31 - Jalur Rempah.indd
P. 31

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  21



























                               Gambar 1.6 Foto bunga cengkeh yang siap panen
                                     Sumber: Pengumpulan Data, 2016

                   Dari sekitar abad ke-7 kerajaan-kerajaan di Nusantara telah mengetahui
               nilai ekonomi cengkeh dan pala sebagai komoditi ekonomi. Pada masa itu telah
               ada hubungan dagang antara Jawa dan Maluku. Jalur perdagangan ke Maluku
               sangat  dirahasiakan oleh para pedagang  dari  Jawa  untuk  menghindarkan
                                                            21
               persaingan dengan pedagang-pedagang lainnya.  Pusat perdagangan rempah-
               rempah di Jawa adalah pelabuhan-pelabuhan di Jawa Timur seperti Surabaya,
               Gresik dan Sidayu. Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa Maluku

               merupakan wilayah yang penting bagi kerajaan Majapahit. Ada dua wilayah
               di Maluku  yang  disebutkan  di dalam  kitab  ini yaitu  Wandan  (Banda)  dan
               Ambwan (Ambon).   22

                   Perluasan pengaruh Islam  ke Maluku  sangat  erat berkaitan  dengan
               perdagangan  cengkeh. Keruntuhan  Majapahit  diakhir  abad  ke-14 dan

               kemunculan  Islam  sebagai kekuatan  politik  dan perdagangan  di Nusantara
               telah  mendorong  kemunculan  Beberapa  pusat  kekuasaan  politik  lokal  di
               Maluku  Utara  dalam  bentuk  kerajaan.  Pengaruh Islam  terlihat  di dalam
               kerajaan-kerajaan  tersebut dengan digunakannya  sebutan  sultan  untuk

               21  Tentang jalur perdagangan ke Maluku pada jaman Majapahit lihat A.B. Lapian, “Beberapa jalan dagang ke
                   Maluku Sebelum Abad kelimabelas” dalam Madjalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, I, 3 (1965), hlm. 63-72.
               22  Richard Z. Leirissa, Maluku Dalam Perjuangan Nasional Indonesia (Jakarta: Lembaga Sejarah FSUI, 1975),
                   hlm. 3.
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36