Page 49 - Jalur Rempah.indd
P. 49

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  39



               yang  berarti. Para Sultanah menghindari  terjadinya konflik  internal  dan

               bersikap bersahabat dengan para bangsawan dan “orang kaya” (tokoh-tokoh
               terkemuka dalam masyarakat Aceh). Dalam periode inilah Aceh mengalami
               masa  damai yang  cukup  panjang  yang  menjadikan  kota  pelabuhan  Aceh
               menjadi semakin makmur.

                   Menurut catatan Ulama Nuruddin Ar-Raniri yang dibuat tahun 1640 dan

               dikirim  ke para pedagang swasta  Eropa seperti  Thomas Bowrey, William
               Dampier, dan Jacob de Roy yang menetap di Aceh selama dua dekade terakhir
               abad ke-17, menggambarkan kota pelabuhan Aceh sebagai kota kosmopolitan
               yang berkembang pesat dan menarik kedatangan para pedagang swasta dari
               berbagai penjuru dunia. Kota  pelabuhan  Aceh  yang juga  disinggung dalam
               karya Ar-Raniri yang berjudul Bustanussalatin (ditulis tahun 1638) adalah kota
               yang sibuk dengan kegiatan perdagangan dan banyak didatangi oleh kapal,

               jung  Cina,  dan  perahu dari berbagai  tempat.  Ar-Raniri mengatakan  bahwa
               di bawah pemerintahan Sultanah  Safiatuddin bahan  makanan  dapat  dibeli
               dengan  harga murah dan  kota  pelabuhan  Aceh adalah kota  yang  makmur.
               Ar-Raniri juga  menyebutkan  adanya  penemuan  penting  berupa  kandungan
               emas di beberapa pegunungan telah meningkatkan dengan pesat pendapatan
               kesultanan Aceh. 42


                   Di paruh kedua  abad  ke-17 kota  pelabuhan  Aceh menjadi semakin
               makmur  terutama  karena  sumber pemasukan  dari perdagangan  emas.
               Dalam periode itu keuntungan yang di dapat dari perdagangan emas bahkan
               mengalahkan  pemasukan  yang didapat dari  perdagangan komoditi  lainnya
               seperti  lada  dan timah. Salah  satu  sumber yang  mendeskripsikan  dengan
               cukup terperinci keadaan kota pelabuhan Aceh adalah sumber yang dibuat
               oleh para pemimpin kapal sipil Den Arent (burung elang) yang dibuat pada
               tahun  1689. Kota pelabuhan Aceh digambarkan  sebagai kota  terbuka  yang
                                                                43
               kekuatannya bertumpu pada jumlah penduduknya.  Sebagaimana kota-kota
               pelabuhan lain di Sumatera, bangunan-bangunan yang ada di kota pelabuhan
               42  Nuruddin Ar-Raniri, Bustanul Salatin sebagaimana dikutip dalam Sher Banu A. Latiff Khan, “Response and
                   Resilience: Aceh’s Trade in the Seventeenth Century”, dalam Jurnal Indonesia, Volume 100 (Ithaca, New
                   York: Cornell University, Southeast Asia Program, Oktober 2015), hlm. 34.
               43  Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Daghregister van Batavia (DVB), No. 2505, 2 November 1689,
                   Folio 807.
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54