Page 52 - Jalur Rempah.indd
P. 52
42 REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA
48
Cina, Malabar, Benggala, Gujarat, Jawa, Melayu, dan Makassar. Pada saat itu
kota pelabuhan Aceh telah menjadi kota paling besar, paling makmur, dan
paling banyak penduduknya di Pulau Sumatera. Di Pelabuhan Aceh setiap hari
paling tidak ada sepuluh sampai lima belas kapal dari berbagai bangsa yang
berlabuh. Setiap tahunnya paling tidak ada sekitar seratus kapal Eropa dan
sejumlah yang sama dan bahkan lebih kapal-kapal dari berbagai tempat di
Nusantara datang ke Aceh.
Sebagai kesultanan yang memiliki wilayah pedalaman, Aceh menghasilkan
berbagai komoditi seperti beras, daging, ikan, dan buah-buahan. Berbagai
komoditi menarik minat para pedagang regional, namun tidak bagi para
pedagang asing yang datang dari berbagai tempat di Asia Timur, Asia Barat,
dan eropa. Bagi para pedagang asing tersebut komoditi yang dihasilkan Aceh
yang menarik bagi mereka antara lain adalah lada, emas, timah dan gading
gajah. Selain itu para pedagang asing juga mencari beberapa komoditi di Aceh
seperti kayu manis, cengkeh, pala, fuli, kayu cendana, kain India, dan porselen
Cina. Berbagai komoditi yang disebut terakhir tidak dihasilkan oleh Aceh
namun didatangkan dari luar untuk kemudian didistribusikan ke berbagai
tempat di Asia dan Eropa. Kayu manis dihasilkan terutama di Srilangka dan
juga Jawa, sementara cengkeh dihasilkan di Kepulauan Maluku, pala dan
fuli dari Kepulauan Banda, serta kayu cendana berasal dari Timor. Di antara
berbagai produk yang diperdagangkan di Aceh yang paling dicari oleh para
49
pedagang asing terutama adalah lada dan kemudian juga emas.
Aceh merupakan bagian dari jaringan perdagangan Islam yang membentang
dari Sumudera Hindia ke Kepulauan Nusantara sampai ke Laut Cina Selatan.
Posisi Aceh yang ada di pintu masuk Selat Malaka dari arah Samudera Hindia
menyebabkan para pedagang Islam yang melintasi Selat Malaka berhenti
terlebih dahulu di tempat ini sebelum melanjutkan perjalanannya. Hal yang
sama juga berlaku para pedagang Islam dari Kepulauan Nusantara, maupun
48 Thomas Bowrey, Geographical Account of Countries Round the Bay of Bengal, 1669-1679 (penyunting Sir
Richard Carnac Temple) (London: Hakluyt Society, 1906), hlm. 286 dikutip dalam Sher Banu A. Latiff Khan,
“Response and Resilience: Aceh’s Trade in the Seventeenth Century”, dalam Jurnal Indonesia, Volume 100
(Ithaca, New York: Cornell University, Southeast Asia Program, Oktober 2015), hlm. 35.
49 Berbagai komoditi yang diperdagangkan di Aceh dicatat dalam Dasgupta, Acheh in Indonesian Trade and
Politics, hlm. 99.