Page 53 - Jalur Rempah.indd
P. 53

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  43



               dari kawasan laut Cina Selatan yang akan pergi berlayar ke berbagai tempat

               di kawasan Samudera Hindia. Para penguasa Aceh di abad ke-17 menyadari
               posisi Aceh sebagai bagian dari jaringan perdagangan Islam dan karena itu
               para pedagang  muslim selalu  mendapat  perhatian khusus ketika  mereka
               singgah ataupun menetap di Aceh. Dengan semakin meningkatnya kegiatan
               perdagangan  rempah-rempah di abad  ke-17, Aceh kemudian tidak  hanya
               menjadi tempat  persinggahan dan berdagang bagi para  pedagang muslim,
               tetapi juga bagi para pedagang yang datang dari Eropa dan Cina.


                   Kedatangan para pedagang dari luar Aceh dapat diperkirakan berdasarkan
               bertiupnya Angin Musim. Bertiupnya Angin Musim Barat  (bertiup bulan
               Oktober  sampai Februari) akan  membawa  kapal-kapal dari Asia Barat  dan
               Selatan ke Sumatera. Para pedagang Gujarat datang ke Aceh di bulan Maret
               dan April, yaitu beberapa  bulan  sebelum bertiupnya Angin Musim Timur

               (bertiup bulan April sampai Agustus). Selain pedagang Gujarat, di waktu yang
               sama juga berdatangan para pedagang dari Benggala. Jung-jung Cina datang
               di  bulan Juni bersama dengan bertiupnya Angin Musim  Timur.  Kegiatan
               para pedagang itu akan  berakhir  di  bulan  September, yaitu ketika  mereka
                                  50
               meninggalkan  Aceh.  Kapal-kapal  dari daerah  pantai Koromandel di India
               datang ke Aceh di bulan Agustus dan September sebelum kemudian berlayar
               pulang pada bulan Februari di tahun berikutnya.


                   Barang-barang yang diperdagangkan di Aceh tidak hanya dipertukarkan
               atau barter, tetapi juga diperjualbelikan dengan uang. Informasi tentang harga
               barang  dapat  ditemukan  dalam  sumber yang  ditulis  oleh para  pemimpin
               kapal sipil Den Arent yang datang ke Aceh pada tahun 1689. Harga barang
               yang dijual di Aceh berubah-ubah sesuai dengan jumlah barang yang tersedia.
               Beras dijual dengan harga antara 30 sampai 60 ringgit, sementara kain Guinea
               dijual seharga 60 sampai 100 ringgit per kodi. Kain yang paling banyak dicari

               adalah  sukertons (kain-kain  biru) dari Koromandel yang  setiap kodinya
               dijual seharga 50 sampai 90 ringgit. Kain dari Melayu dan Jawa (batik) yang
               bermotif dan berwarna dijual dengan harga seperti di Batavia. Komoditi yang
               juga diperdagangkan di Aceh adalah budak. Ada perbedaan harga jual antara
               50  Ibid., hlm. 111.
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58