Page 50 - Jalur Rempah.indd
P. 50

40     REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA



              Aceh merupakan rumah panggung terbuat dari kayu dengan ketinggian 10-12

              kaki dari permukaan tanah. Para pedagang membuat gudang penyimpanan
              barang dengan bangunan yang terbuat dari bambu. Gudang-gudang tersebut
              dibuat  dibuat seperti  rumah panggung  dengan ketinggian dua sampai tiga
              kaki. Hampir semua bangunan di dalam kota dibuat agak tinggi karena ketika
              air laut pasang ketinggiannya akan naik sekitar dua sampai tiga kaki.


                 Kota  Aceh  dapat  dimasuki dari  daratan melalui  jalanan  yang menuju
              lurus ke istana sultan. Digambarkan bahwa istana sultan tidak dapat didekati
              dan hanya dapat dilihat dari kejauhan sebagai rumah besar yang dikelilingi
              pagar tanah. Pintu gerbang istana adalah sebuah pintu gerbang besar yang
                                                              44
              dilengkapi  dengan beberapa  pucuk  meriam besi.  Setiap harinya meriam
              besi akan dibunyikan di sore hari ketika waktu Maghrib tiba. Sementara itu,
              rumah para pedagang juga dikelilingi oleh pagar, tetapi terbuat dari bambu.

              Para pedagang besar memiliki rumah di tepi jalan utama menuju istana sultan.
              Para pedagang tersebut adalah orang-orang muslim yang berasal dari India,
              Armenia, Persia, dan negara-negara lain.

                 Karena banyaknya perampok yang berkeliaran di malam hari, rumah para
              pedagang juga dilengkapi dengan Meriam-meriam kecil. Para pemilik rumah

              diizinkan menembak  para penjahat  yang dianggap  dapat  membahayakan
              keamanan pemilik rumah. Demi alasan keamanan, siapapun diperbolehkan
              menyimpan senjata di rumah mereka. Keberadaan rumah-rumah berhalaman
              luas dan berpagar bambu membentuk kota Aceh menjadi kota yang besar.


                 Menurut pengamatan  para pemimpin kapal  Den Arent tidak terdapat
              angkatan laut yang kuat di kota Pelabuhan Aceh. Hal ini menurut mereka karena
                                                                          45
              penguasa Aceh  bukanlah  seoarang raja, namun seorang ratu.  Para orang
              kaya dan syahbandar melayari sungai dengan perahu-perahun yang disebut
              dengan ghurab (sekoci kecil yang biasa digunakan di teluk Persia). Perahu
              ghurab dilengkapi dengan beberapa pucuk Meriam yang arah tembaknya dapat
              diputar dan diikuti oleh perahu berukuran besar yang diawaki sekitar 200
              orang. Para awak perahu besar biasanya membawa senjata berupa senapan,
              44  ANRI, DVB, No. 2505, 2 November 1689, Folio 808.
              45  ANRI, DVB, No. 2505, 2 November 1689, Folio 809.
   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55