Page 51 - Jalur Rempah.indd
P. 51
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 41
tombak, pedang dan lembing. Pemerintahan kesultanan di Aceh dijalankan
oleh empat Orang Kaya. Mereka dibantu oleh delapan orang bawahan dalam
46
menjalankan pemerintahan sehari-hari. Diantara empat Orang kaya yang
menjalankan pemerintahan, ada satu yang berwenang memberi izin untuk
aktivitas perdagangan. Para Orang Kaya tersebut lebih sering berada di istana
dan mereka mengurusi semua hal atas nama ratu. Sementara itu ratu berkuasa
atas namanya sendiri dan tidak terlibat langsung dalam pemerintahan sehari-
hari.
Kota Aceh terletak di tepi sungai yang disebut dengan Krueng Aceh yang
mengalir dari selatan dan bermuara ke utara. Kedalaman air sungai di bagian
muara ketika air laut pasang adalah sekitar delapan hingga sembilan kaki dan
hanya sekitar empat kaki ketika surut. Kondisi ini yang menyebabkan orang
harus memanfaatkan air pasang untuk dapat berlayar masuk ke kota Aceh.
Kota Aceh sendiri diperkirakan terletak sekitar setengah mil dari laut. Diantara
laut dan kota terdapat lahan kosong yang tidak dibangun apa-apa kecuali
rumah penjagaan dan penarikan uang tol. Teluk Aceh yang menjadi tempat
bagi kapal-kapal berlabuh lebarnya sekita tiga perempat mil. Teluk itu adalah
tempat berlabuh yang baik karena terlindung dari angin. Ketika membuang
sauh kapal-kapal tidak boleh menjauh dari pantai. Jika kapal bersauh terlalu
jauh, terutama di malam hari dikuatirkan akan terdampar pada karang yang
47
di tempat itu sangat curam. Namun kemungkinan kapal terdampar dapat
dihindari di siang hari karena pada saaat itu batu karang selalu berada di atas
permukaan laut. Di paruh kedua abad-17 Aceh mencapai masa damai
yang berlangsung cukup panjang. Di masa pemerintahan para sultanah dapat
dikatakan Aceh tidak terlibat dalam konflik militer yang besar dengan kekuatan
manapun dari luar. Dalam situasi seperti itu kegiatan perdagangan maritim
dapat berkembang dengan pesat. Dalam masa itu Aceh dapat dikatakan telah
berkembang sepenuhnya menggantikan peran Malaka sebagai emporium
dalam jaringan perdagangan maritim di Selat Malaka. Di tahun 1670 sumber
Inggris menyebutkan bahwa ada banyak pedagang dan pengrajin yang
berkunjung ke Aceh yang berasal dari Inggris, Belanda, Denmark, Portugis,
46 ANRI, DVB, No. 2505, 2 November 1689, Folio 810.
47 ANRI, DVB, No. 2505, 2 November 1689, Folio 814.