Page 89 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 89
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
Pada tanggal 16 Januari 1904, Sartika membentuk perkumpulan
perempuan dalam lingkup terbatas sebagaimana yang telah
dilakukan Kartini di Jepara. Tak lama setelah itu, Sartika
mengembangkan perkumpulannya menjadi sebuah sekolah pada
tahun 1905. Sayangnya, pada masa-masa awal, sekolah yang terkenal
dengan nama Sekolah Istri atau Sekolah Gadis itupun tidak lepas
dari beragam tantangan dan rintangan, khususnya dari kalangan
bangsawan setempat. Tidak sedikit pula kaum perempuan dari
keluarga bangsawan itu yang menyerang murid-murid Sartika
sekaligus sekolahannya dengan beragam cemoohan.
Walau demikian, sekolah yang kemudian terkenal dengan nama
Sekolah Kautaman Istri itu mampu bertahan dan berkembang.
Jumlah muridnya pun semakin lama semakin bertambah. Sehingga
halaman kabupaten Bandung yang awalnya digunakan untuk
menampung tambahan jumlah murid itupun semakin sesak.
Dampak dari pertumbuhan jumlah murid itulah yang kemudian
menjadikan keefektifan kegiatan belajar dan mengajar mengalami
penurunan. Solusi yang kemudian terealisasi adalah pemindahan
sekolah ke jalan Cigurang yang kini masih digunakan oleh sekolah-
sekolah Yayasan Dewi Sartika.
Setelah proses belajar-mengajar kembali efektif, Dewi Sartika
melakukan gerakan tambahan berupa penambahan pelajaran baru
yang menitik-tekankan pelajaran ketrampilan perempuan. Misalnya;
menjahit, menambal, menyulam, merenda, memasak, menyajikan
makanan, P3K, memelihara bayi, dan pelajaran agama (Ohorella,
dkk., 1992:16-17).
Dua gerakan perempuan yang dimotori oleh RA. Kartini dan
RD. Sartika ini berlangsung secara terorganisir dalam kurun waktu
yang beiringan. Ruang lingkup gerakan keduanya pun sama-sama
berada pada dataran urgensitas fundamental yang bertolak pada
realitas masa lalu dan faktualitas keinginan masa depan.
57 57