Page 41 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 41

30                                                                 BAB 2

               dipahami  oleh  siswa.  Campur  kode  sengaja  dilakukan  guru
               disebabkan  oleh  belum  sepenuhnya  siswa  mengerti  bahasa
               Indonesia. Dengan demikian, tidak jarang ditemukan kasus campur
               kode  guru  dalam  suatu  proses  pembelajaran  sebagai  alternatif
               untuk mencapai tujuan pembelajaran.
                     Dari penjelasan di atas, kami akan mengkaji lebih jelas dalam
               pembahasan  selanjutnya  terkait  tentang  bilingualisme  dan
               multilingualisme,  alih  kode  dan  campur  kode,  diglosia  dan
               bilingualisme, serta kaitannya dengan pengajaran bahasa.

               Diglosia
                     Kata  diglosia  berasal  dari  bahasa  Prancis  diglossie  yang
               diserap dari bahasa yunani dιγλωssίa, 'dwibahasa' oleh bahasawan
               Yunani  Ioannis  Psycharis.  Ferguson  (1959)  yang  dikutip  oleh
               Wardhaugh & Fuller (2015) menyatakan,
                     Diglosia  is  a  relatively  stablelanguage  situation  in  which,  in
                     addition  to  the  primary  dialects  of  the  language  (whichmay
                     include  a  standard  or  regional  standards),  there  is  a  very
                     divergent, highlycodified (often grammatically  more complex)
                     superposed variety, the vehicle of alarge and respected body
                     of  written  literature,  either  of  an  earlier  period  or  in
                     anotherspeech community, which is learned largely by formal
                     education  and  is  used  for  mostwritten  and  formal  spoken
                     purposes  but is not used by any sector of the communityfor
                     ordinary conversation.
                     Dalam  pendapat  tersebut  bisa  diartikan  bahwa  Diglosia
               adalah  suatu  situasi  kebahasaan  yang  relatif  stabil,  yang  di
               samping  adanya  dialek-dialek  utama  dari  bahasa  (yang  mungkin
               meliputi ragam-ragam baku setempat), juga mengenal suatu ragam
               yang  ditinggikan,  yang  sangat  berbeda,  yang  terkodifikasikan
               secara  rapi  (dan  yang  tatabahasanya  lebih  kompleks),  yang
               berasal dari waktu yang lampau atau yang berasal dari masyarakat
               bahasa  lain,  yang  dipelajari  melalui  pendidikan  formal  dan
               sebagian  besar  dipakai  untuk  keperluan  formal  lisan  dan  tertulis
               tetapi tidak dipakai di setiap sektor di dalam masyarakat itu untuk
               percakapan sehari-hari. Secara singkat dapat kita katakan, diglosia
               adalah dua ragam dalam satu  bahasa yang hidup, berdampingan
               dalam  guyub  bahasa,  dan  masing-masing  ragam  itu  mempunyai
               peran atau fungsi tertentu.
                     Dalam pendapat Ferguson tersebut dapat dirincikan beberapa
               topik,  yaitu:  fungsi,  prestise,  pemerolehan,  standarisasi,  stabilitas,
               gramatikal,  leksikon.  Fungsi  merupakan  kriteria  diglosia  yang
               sangat  penting.  Menurutnya,  dalam  masyarakat  diglosis  terdapat
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46