Page 45 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 45
34 BAB 2
Hubungan Bilingualisme dan Diglosia
Diglosia mengacu pada Koeksistensi dua varietas linguistik,
masing-masing melakukan fungsi sosial yang berbeda dan
dikaitkan dengan ideologi yang berbeda (Theodoropoulou, 2015)
namun tidak lebih mengacu pada individu, sedangkan bilingualisme
mengacu pada fenomena berbicara dan memahami dua bahasa
atau lebih dan merupakan istilah yang bisa merujuk pada individu
serta merupakan ‗salah satu dari beberapa kegiatan stimulan yang
dapat meningkatkan fungsi yang eksekutif‘ (Incera & McLennan,
2018). Oleh sebab itu, Holmes (2013) berpendapat bahwa diglosia
merupakan karakteristik yang lebih condong pada komunitas
penutur ketimbang individu sebab individu mungkin saja bilingual.
Dengan kata lain, istilah diglossia mendeskripsikan bilingualisme
sosial dimana dua varietas diperlukan untuk mencakup semua
domain komunitas.
Bilingualis dan Diglosis
Di dalam masyarakat yang dikarekterisasikan sebagai
masyarakat yang bilingualisme dan diglosia, hampir setiap orang
mengetahui ragam atau bahasa T dan ragam atau bahasa R.
Kedua ragam atau bahasa itu akan digunakan menurut fungsinya
masing-masing, dan hampir semua individu merupakan bilingual.
Sebagai contohnya: Masyarakat di Vanuatu, Individu di sana dapat
menggunakan bahasa lokal mereka, Erromangan, Aulua, seperti
bahasa Bislama, yaitu bahasa lingua franca mereka. Contoh lain,
masyarakat tutur yang bilingual dan diglosis adalah Paraguay. Di
sana, bahasa Guarani adalah salah satu bahasa asli Amerika,
berstatus sebagai bahasa R dan bahasa Spanyol yang merupakan
bahasa Indo-Eropa berstatus sebagai bahasa T. Keduanya
digunakan menurut fungsinya masing-masing. Bahasa Guarani
digunakan untuk komunikasi santai dalam percakapan sehari-hari
dan informal, sedangkan bahasa Spanyol digunakan untuk
komunikasi resmi atau formal.
Di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang dapat dijadikan
contoh dari masyarakat bahasa bilingualisme bahkan
multilingualisme dan diglosis. Misalnya di daerah Palopo, Sulawesi
Selatan. Daerah ini dihuni oleh masyarakat bahasa yang
menuturkan bahasa Bugis, Toraja, Konjo, Jawa, Minang, Batak,
dan Melayu. Rata-rata masyarakatnya dapat memahami dan
menggunakan minimal dua bahasa dalam satu komunitas dimana
bahasa Bugis merupakan bahasa T dan Bahasa Toraja menjadi
bahas R sebab daerah Palopo sangat berdekatan dengan daerah