Page 73 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 73

62                                                                 BAB 3

               seakan  melihat  orang-orang  yang  berbicara  dengan  bahasa  ibu
               sendiri  dengan  begitu  lancar  bahkan  mungkin  tanpa  sadar  dia
               mengeluarkan  banyak  kata-kata,  ada  pula  orang-orang  yang
               menjaga  aturan  berbahasa  yang  begitu  rumit  secara  terus-
               menerus,  lalu  mencocokkannya  dengan  keadaan  yang  berubah
               tanpa  batas  dan  menggunakan  bahasa  tersebut  dengan  baik.
               Dalam  pikiran  kita,  aturan  detail  pada  bahasa  ibu  begitu
               terakumulasi,  sehingga  jika  tata  bahasa  Inggris  atau  tata  bahasa
               ibu di ajarkan di kelas, maka sangat tidak mungkin bisa digunakan
               semuanya. Di samping itu, bahasa selalu hidup dan berubah-ubah,
               misalnya,  dalam  bahasa  Jepang  dalam  bentuk  tulisan,  terdapat
               karya  sastra  Genji  Monogatari  yang  ditulis  oleh  Murasaki  Shikibu
               pada  abad  ke  11,  lalu  ada  pula  Hojouki  yang  ditulis  oleh
               Kamonochoumei  pada  tahun  1212,  dan  ada  pula  Kakyou  yang
               ditulis oleh Zeami pada tahun 1424, serta Botchan yang ditulis oleh
               Natsume  Soseski  tahun  1906.  Semua  karya  sastra  tersebut
               memiliki  bahasa  yang  begitu  berbeda  dan  berubah-ubah
               berdasarkan tahun pembuatannya (Tanaka, 1996).
                     Lebih  lanjut,  Gredler  dalam  Tanaka  menceritakan  bahwa  di
               zaman  Yunani,  orang-orang  lebih  mempercayai  mitos-mitos
               tentang  dewa-dewa  berkuasa  seperti  dewa  laut  Poseidon  yang
               dapat menciptkan badai samudera, dewa Zeus yang menciptakan
               kilat dan sebagainya, serta beberapa mitos yang ada di Indonesia.
               Mitos  pada  zaman  ini  dianggap  dapat  memajukan  pengetahuan
               manusia  tentang  kondisi  atau  fenomena  alam  dan  lingkungan
               masyarakat sebagai suatu hal yang aktual. Lalu mitos pun berganti
               dengan  kebijakan  tradisional  berdasarkan  pengalaman  dan
               keyakinan  terstruktur  yang  dikenal  dengan  filsafat.  Selanjutnya
               berkembang riset dan teori yang kemudian menjadi suatu metode
               dalam  mencari  informasi  tentang  bagaimana  belajar.  Kebijakan
               tradisional  meliputi  pepatah  peribahasa  dan  ungkapan  populer
               seperti  „tidak  ada  gading  yang  tak  retak‟,  peribahasa  ini  lalu
               dijadikan  sebagai  pedoman  dalam  praktik  pendidikan.  Berbeda
               dengan  kebijakan  tradisional,  filsafat  adalah  suatu  sistem
               keyakinan  yang  terstruktur  tentang  apakah  hakikat  dari  sebuah
               realitas,   menggunakan       logika    dan    penalararan     terhadap
               kebenaran, kebajikan, pengetahuan belajar, dan sebagainya. Plato
               (417-327  SM)  dari  Yunani  menggambarkan  asal  muasal
               pengetahuan  sebagai  suatu  ide  yang  dibawa  oleh  manusia
               semenjak  lahir    lalu  dikembangkan  melalui  suatu  studi  dalam
               bentuk matematika murni dan karya klasik. Berbeda dengan sang
               murid,  Aristoteles,  yang  mengatakan  bahwa  pengetahuan  dapat
               diperoleh  dari  pengalaman  berinteraksi  dengan  lingkungan,
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78