Page 55 - Cooperative Learning
P. 55
Implementasi Cooperative Learning di Tingkat SMA 45
Hasil Pebahasan
A. Pandangan Guru Bahasa Jepang tentang Cooperative
Learning
Berdasarkan wawancara dengan partisipan guru dari SMU
Athirah Makassar diperoleh hasil bahwa istilah cooperative learning
masih belum familiar bagi partisipan guru. Meskipun demikian, guru
telah mengenal istilah grup diskusi dan sering menerapkan metode
tersebut dalam tiap tema materi pelajaran terutama pembelajaran
kosa kata.
Partisipan guru sudah membuat kontrak belajar, bahwa dalam
pembelajaran nanti ada penilaian kelompok. Sehingga jika ada
masalah siswa diingatkan kembali tentang kontrak belajar termasuk
nilai kelompok, nilai sikap.Tujuan pembelajaran, memenuhi cara
mengungkapkan, memahami cara menanyakan, tetapi tidak 100
persen tergantung siswanya.
Untuk mengecek pemahaman, guru menyuruh membuat
rangkuman dan tugas individu. Tugas rangkuman diberikan oleh
partisipan guru sekaligus sebagai cara melengkapi catatan siswa.
Partisipan guru mengatakan bahwa grup diskusi dapat terdiri
dari tiga siswa per grup. Dalam pembagian grup, peranan guru
sangat mendominasi dalam penentuan atau mencari anggota suatu
grup diskusi. Hal ini dikarenakan siswa menganggap guru akan
berbuat adil dalam memasukkan anggota suatu grup diskusi
dengan terlebih dahulu menentukan bahwa dalam grup diskusi
harus terdapat siswa yang pintar, dan diharapkan siswa yang pintar
akan membantu teman-temannya yang kurang mampu dalam
menyelesaikan masalah. Pada pembagiannya, setiap grup diskusi
hanya diisi oleh satu siswa yang oleh gurunya dianggap memiliki
kemampuan dibanding temannya.
Di SMA Atirah, siswa berjumlah 35 orang dengan mata
pelajaran bahasa pilihan (peminatan) dengan menggunakan
kurikulum 2013. Guru membentuk grup diskusi misalnya untuk
pengelompokan kata saja dan sesuai dengan tema atau kelompok
buah-buahaan. Di sini guru, menekankan perlunya pemahaman
kosa kata oleh siswa sebelum mereka masuk pada tata bahasa.
Misalnya dibuku sakura, dibagi berdasarkan doubutsu, supotsu,