Page 62 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 62
harus diutamakan apabila ada tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Inilah
perlunya aparat kepolisian dan ABRI yang menjaga keamanan negara. Karena itu,
aparat pelindung masyarakat ini harus berdiri tegak, tak terkotori urusan sosial politik.
Ya midosa sado miya, artinya pemimpin sebaiknya membebaskan rakyat dari
perbuatan dosa. Pemimpin harus berani berbuat amar ma’ruf nahi munkar, dan bukan
sebaliknya melindungi. Kalau tekad pimpinan sekarang ini mau memberantas narkoba,
judi, kepemilikan senjata ilegal, memang bagus. Tapi, seringkali juga masih terdengar
ada aparat yang melindungi perjudian – ini harus ditindak tegas.
Ideologi kepemimpinan Jawa yang selalu dipegang teguh tak lain seperti
diterakan dalam Serat Adigama, meliputi: (1) sihsamastabuwana, artinya memiliki sifat
kasih sayang pada dunia sekelilingnya, (2) dwiyacitra, artinya mampu mengantisipasi
segala situasi, (3) ginong pratidina, tiap saat meniptakan harmoni dalam kehidupan
yang mapan, (4) dirotsaha, membela hak-hak yang lemah. Hal senada juga
dikemukakan dalam Serat Suryaraja, bahwa seorang pemimpin Jawa hendaknya
menguasai empat hal, yaitu: (a) amulacantra, artinya senantiasa memperhatikan
perubahan dunia sekelilingnya, (b) pandamprana, artinya bersikap transparan dalam
olah intelektual dan mengambil langkah-langkah positif dalam pemerintahan, (c)
sundaracitra, artinya agunh dan lembut dalam menjatuhkan hukuman pada yang
bersalah, (d) dayakuwera, artinya bersedia berkorban dengan melimpahkan kepada
kawula alit yang membutuhkan bantuan.
B. Pemimpin Jawa Ideal
1. Memiliki Limabelas Sifat
Detik kegagalan reformasi telah diambang pintu, jika tidak segera terobati.
Amanat reformasi yang harus memberantas KKN, bisa rapuh jika Mega memberikan
abolisi pada Soeharto atau tak segera menuntaskan KKN wong gedhe. Ini menjadi
sangat lucu sebagai tontonan politik, kata Slamet Rahardjo. Karena, hukum belum
memutuskan Soeharto bersalah atau tidak, pemerintah telah gentar. Terlebih lagi, jika
Yusril Ehsa Mahendra, M A Rahman, dan Bagir Manan, yang dulu mungkin pernah di
sekitar mantan orang nomor satu itu – mulai goyah.
Bahkan, Akar Tandjung pun demikian patah – hampir ikut campur agar kasus
Soeharto dihentikan. Belum lagi, Ahmad Tirto Sudira, ketua DPA yang akan memberi
saran kepada Mega, sehingga membuat situasi keadilan semakin berwajah suram
Akhirnya, setelah publik menyentak rencana “main-main” itu, kejaksaan akan
menyidangkan kasus Soeharto. Namun, persidangan ini pun masih menyimpan misteri
– kemungkinan sekedar bumbu-bumbu politik saja. Akibatnya, jika benteng Mega
“jebol”, tamatlah hukum kita. Berarti pula, akan menjadi tonggak awal kegagalan
reformasi.
Begitulah gerak-gerik pemimpin kita yang amat memalukan. Kadang-kadang
formulasi orde baru masih sangat lekat di hati mereka. Itu semua terjadi, karena mereka
kurang memahami hakikat kepemimpinan. Kepemimpinan yang hanya dilandasi ambisi
berkuasa, bukan amanah, hanya sia-sia. Itulah sebabnya, tak salah apabila pemimpin
bangsa ini mencoba berkiblat pada keperkasaan kepemimpinan Patih Gadjah Mada di
jaman Majapahit.
Dalam Serat Negarakertagama, terdapat 15 sifat Patih Gadjah Mada yang patut
diteladani oleh pemimpin bangsa. Namun, dari 15 sifat tersebut ada yang masih