Page 65 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 65

seperti di era orde baru. Itulah sebabnya, diharapkan ada pimpinan yang bisa manjing
               ajur-ajer,  artinya  bisa  menyatu  dengan  hati  rakyat.  Kesenangan  pimpinan  juga
               kesenangan rakyat, bukan sepihak.
                       Kedua,  kasugihan  (kekayaan).  Yakni,  pimpinan  yang  mampu  menciptakan
               kemakmuran dan kesejahteraan bangsa sangat diharapkan. Tidak sebaliknya, negara
               semakin memperbanyak hutang ke luar negeri, sementara uangnya dikorupsi pejabat.
               Kelak  yang  harus  menyahur  hutang  rakyat  dengan  memungut  pajak  berlebihan  dan
               menaikkan  harga  BBM.  Ini  jelas  cermin  pemimpin  yang  tercela.  Pemimpin  yang
               membebani rakyat, merupakan isyarat terjadinya kiamat dunia.
                       Ketiga,  ketenteraman,  yaitu  pimpinan  yang  berwatak  sabda  pandhita  ratu.
               Artinya,  pemimpin  yang  taat  pada  janji  dan  sumpah.  Kalau  anggota  DPR/MPR
               bersumpah  menjadi  wakil  rakyat,  tentu  tak  akan  mementingkan  partai  atau
               golongannya, atau bahkan pribadinya. Kalau presiden bebrsumpah ingin mengemban
               amanat  reformasi,  tentu  harus  jalan  terus  meskipun  ada  pengaruh  dari  mana-mana.
               Begitu pula aparat penegak hukum yang telah bersumpah, tentu tak akan main-main
               menangani  suatu  perkara.  Mereka  akan  adil  dalam  memutuskan  perkara.  Itulah  jiwa
               kepemimpinan yang benar-benar benar-benar mengabdi pada rakyat. Jabatan sebagai
               amanat  yang  harus  dipertanggungjawabkan  dihadapan  Tuhan.  Karenanya,  dalam
               segala sikap dan tindakannnya dapat menenteramkan hati rakyat.

               C. Ideologi Pemimpin Tepa Selira
                     Ideologi  adalah  gagasan  luhur  yang  melandasi  kerja  seorang  pimpinan.
               Ideologi  Jawa  tepa  selira,  termasuk  landasan  pokok  seorang  pimpinan  yang  amat
               penting. Pimpinan yang menerapkan tepa selira, dengan sndirinya akan bijak dalam
               memimpin  bangsa.  Tepa  selira  dilakukan  atas  dasar  ukuran  diri.  Manakala  dirinya
               disakiti  merasa  sakit,  seharusnya  tidak  menyakiti  orang  lain.  Orang  Jawa  memiliki
               ideologi yang tergambar dalam ungkapan yen ora gelem dijiwit aja sok njiwiti wong
               liya, artinya kalau dirimu sakit bila dicubit, jangan mencubit orang lain.
                     Menjiwit  berkonotasi  dengan  menyakiti  pihak  lain.  Pimpinan  yang  tepa  selira,
               selalu mengukur diri. Tepa berarti mengukur dan selira  artinya badan sendiri. Tubuh
               sendiri  menjadi  barometer.  Tubuh  juga  sekaligus  melukiskan  diri,  lengkap  dengan
               pikirannya. Ketika pimpinan merasa bahwa dirinya itu juga orang biasa, pernah  lara
               lapa, tentu berbeda dengan pimpinan yang begitu lahir dari orang besar. Pimpinan
               yang  mampu  merasakan  sebagai  wong  cilik,  akan  terasa  getaran  tepa  seliranya.
               Pimpinan yang berideologi tepa selira jauh lebih disegani dibanding yang sebaliknya,
               yaitu pimpinan berideologi degsiya, artinya sewenang-wenang.
                     Mulder  (2001:88)  menyatakan  bahwa  konseptualisasi  ideologi  Jawa  di  atas
               memberikan  kunci  bagi  praktek  dan  teori  kepemimpinan  yang  diilhami  oleh  orang
               Jawa sekarang ini. Gambaran yang praktis adalah pada militer, atau feodal, di mana
               para pengikut berkumpul di bawah panji-panji pemimpin, dan kepadanyalah mereka
               diharapkan  sangat  loyal.  Gaya  militer  memang  loyalitasnya  tinggi,  tetapi  sering
               kurang  mengedepankan  tepa  selira.  Manakala  ada  bawahan  yang  terlambat,
               pimpinan yang bergaya tegas, tanpa ampun, akan menghukum bawahan. Ini potret
               pimpinan yang tidak tepa selira. Seharusnya, yang memegang teguh tepa selira, ila
               adalah  seorang  Bapak,  dan  pelindung  yang  dapat  dipercaya  yang  harus  dihormati
               dan  diteladani,  yang  perilaku  dan  keinginannya  merupakan  perintah,  dan  yang
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70