Page 70 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 70

(2)     Laku hambeging dahana: Maknanya, seorang pemimpin harus tegas seperti api
                  yang sedang membakar. Namun pertimbangannya berdasarkan akal sehat yang bisa
                  dipertanggungJawabkan, sehingga tidak membawa kerusakan di muka bumi.
               (3)     Laku hambeging kartika: Maknanya, seorang pemimpin harus tetap percaya diri
                  meski  pun  dalam  dirinya  ada  kekurangan.  Ibarat  bintang-bintang  di  angkasa,
                  walaupun  ia  sangat  kecil  tapi  dengan  optimis  memancarkan  cahayanya,  sebagai
                  sumbangan terhadap kehidupan.
               (4)     Laku  hambeging  kisma:  Maknanya,  seorang  pemimpin  yang  selalu  berbelas
                  kasih dengan siapa saja. Kisma artinya tanah. Tanah tidak mempedulikan siapa yang
                  menginjaknya,  semua  dikasihani.  Filsafat  tanah  adalah  air  tuba  dibalas  air  susu.
                  Keburukan dibalas kebaikan dan keluhuran.
               (5)     Laku hambeging samirana: Maknanya, seorang pemimpin harus berjiwa teliti di
                  mana saja berada. Baik buruk rakyat harus diketahui oleh mata kepala sendiri, tanpa
                  menggantungkan laporan dari bawahan saja.
               (6)     Laku hambeging samodra: Maknanya, seorang pemimpin harus mempunyai sifat
                  pemaaf  sebagaimana  samodra  raya  yang  siap  menampung  apa  saja  yang  hanyut
                  dari daratan.
               (7)     Laku  hambeging  surya:  Maknanya  seorang  pemimpin  harus  memberi  inspirasi
                  pada bawahannya ibarat matahari yang selalu menyinari bumi dan memberi energi
                  pada setiap makhluk.
               (8)     Laku hambeging tirta: maknanya, seorang pemimpin harus adil seperti air yang
               selalu rata permukaannya. Keadilan yang ditegakkan bisa memberi kecerahan ibarat air
               yang  membersihkan  kotoran  (Khakim,  2007:  83-84).Delapan  perilaku  tersebut
               merupakan sifat-sifat delapan dewa yang harus dimiliki oleh seorang raja. Kedelapan
               dewa tersebut adalah Dewa Candra, Dewa Brama, Dewa Indra, Dewa Kuwera, Dewa
               Bayu,  Dewa  Baruna,  Dewa  Surya,  dan  Dewa  Yama.  Ajaran  ini  diambil  dari  naskah
               Sansekerta India kuno, ditulis kembali dalam Kakawin Ramayana di sekitar tahun 856
               Masehi,  dan  digubah  kembali  dalam  Serat  Rama  oleh  Yasadipura  I  pada  abad  19
               (Clark,  2008:  152).   Astha brata  bagaikan  puncak  kearifan  kepemimpinan  Jawa.  Jika
               dikaitkan  dengan  pemikiran  Kristeva  (Ratna,  2011:123)  karya  sastra  itu  sebuah
               interteks, yaitu mosaik kutipan masa lalu. Kiranya dapat dibenanrkan bahwa astha brata
               adalah  bentangan  budaya  masa  lalu,  dari  Kakawin  Ramayana,  Kakawin  Ramayana,
               Ramajarwa, sampai pakem pedalangan dan lakon carangan.
                     Dalam  wacana  falsafah  pewayangan  Jawa  dikenal  suatu  konsepsi  Ilmu  Luhur
               yang  menjadi  prinsip  dasar  kepemimpinan  a  la  Jawa.  Yakni  ilmu  “Astha  brata”  atau
               dikenal  pula  sebagai  Wahyu  Makutha  Rama  yang  diterima  Raden  Arjuna  setelah
               menjalani “laku” prihatin dengan cara tapa brata dan tarak brata (Lihat : serat Laksita
               Jati). Astha  berarti delapan, brata adalah “laku” atau jalan spiritual/rohani.
                     Astha brata maknanya adalah delapan “laku” yang harus ditempuh seseorang bila
               sedang  menjalankan  tampuk  kepemimpinan.  Kedelapan  “laku”  sebagai  personifikasi
               delapan  unsur  alamiah  yang  dijadikan  panutan  watak  (watak  wantun)  seorang
               pemimpin. Kedelapan unsur tersebut meliputi delapan karakter unsur-unsur alam yakni
               : bumi, langit, angin, samudra-air, rembulan, matahari, api, dan bintang. Bila seorang
               pemimpin  bersedia  mengadopsi  8  karakter  unsur  alamiah  tersebut,  maka  ia  akan
               menjadi  pemimpin  atau  raja  yang  adil,  jujur,  berwibawa,  arif  dan  bijaksana.  Hal  ini
               berlaku pula untuk masyarakat luas, bilamana seseorang dapat mengadopsi ilmu Astha
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75