Page 74 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 74
Era masa lalu, pemimpin tanpa pamrih biasanya lebih mementingkan kerajaan
atau rakyat. Dia memimpin dengan hati, dekat dengan rakyat. Bahkan dia juga
memimpin dengan perihatin, tetap sederhana, dan mau membagi-bagi kebahagiaan
pada rakyatnya. Konsep mengencangkan ikat pinggang selalu dipegang teguh.
Sebaliknya, bila penuh pamrih, dia akan memimpin dengan mementingkan dirinya.
Kebutuhan diri, keluarga, dan kroninya dinomorsatukan. Bahkan dalam membela
kebutuhan pribadi sampai dibayar dengan pertumpahan darah dan rakyat dikorbankan.
C. Kepemimpinan Jawa Legendaris dan Adil
Adil itu sebuah mutiara kepemimpinan yang tidak mudah diraih. Pemimpin yang
adil seratus persen, hampir sulit dicapai. Slogan kepemimpinan yang mulai
dihembuskan oleh pencitra orde baru, sudah mulai ada getaran. Di papan reklame dan
truk-truk, sering muncul ungkapan “Piye Kabare Le, enak jamanku biyen ta?” Sebuah
pertanyaan oratoris ini, sebenarnya memiliki implikaksi historis dan politik dan historis
yang dahsyat. Paling tidak, dengan disertai gambar Soeharto, orde baru hendak lahir
kembali menjadi neoreformasi, yang menganggap dirinya lebih adil disbanding era
reformasi ini.
Figur Soeharto dianggap lebih menjanjikan keadilan dan kedamaian. Begitulah
strategi perebutan pengaruh, yang kuncinya adalah pada pemimpin legendaries dan
adil. Banyak rakyat yang memiliki imaji bahwa di era masa lalu jauh lebih enak,
kesejahteraan dan keamanan terjamin. Selama 32 tahun memang memungkinkan
seorang pemimpin merebut hati rakyat. Selama itu pula pemimpin legendaries dapat
terwujud. Sungguh aneh memang sang legendaries, kadang-kadang kotroversial, tetapi
hakikatnya disegani rakyat.
Kalau menegok masa lalu, sungguh banyak pemimpin Jawa legendaries dan adil.
Kebijakan yang mereka tempuh biarpun ada nuansa otokratik, tetap solid. Nama Gajah
Mada sudah menjadi bunga-bunga penting dalam sejarah. Dia memang orang bijak,
biarpun hanya sebagai patih (warangka dalem). Kalau dibandingkan dengan patih-
patih dalam pewayangan dan ketoprak, seperti patih Sengkuni, patih Suwanda, patih
Logender, Patih Bestak, dan sebagainya dia termasuk patih yang bijak dan luar biasa
dalam berjuang. Sosok patih yang mampu melebihi ketenaran raja adalah Gajah Mada.
Sampai saat ini nama patih ini justru dijadikan nama perguruan tinggi terbesar dan
terkenal serta pertamkali, yaitu Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Hal ini menandai
bahwa kepemimpinan tokoh ini memang tidak perlu diragukan lagi. Dia adalah sosok
berwibawa, yang merupakan mahapatih terkenal di era kerajaan Majapahit. Di jaman
raja Hayam Wuruk, tokoh Gajah Mada dikenal sebagai pemimpin sejati. Kepemimpinan
dia mengelola negara dan bawahan, patut diteladani. Apalagi di era masa kini,memang
sulit menemukan teladan yang tangguh dalam kepemimpinan.
Dalam hal kepemimpinan Gajah Mada memiliki ajaran yang disebut Asta Dasa
Brata Pramiteng Prabu. Arti kata Asta Dasa Berata Pramiteng Prabu adalah Asta Dasa
artinya 18 (delapan belas). Brata artinya pengendalian diri yang merupakan kewajiban
pokok seorang pemimpin. Pramiteng Prabu artinya Raja (Kepala Negara).
Jadi secara keseluruhan arti dari ajaran Asta Dasa Berata Pramiteng Prabu yaitu 18
(delapan belas) kewajiban pokok pengendalian diri seorang pemimpin. Konteks
pengendalian diri memang penting bagi seorang pimpinan, karena godaan selalu