Page 75 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 75
mengelilinginya. Pemimpin yang tidak mampu mengendalikan diri, biasanya akan
tergoda oleh system yang kotor.
Menurut hemat saya, sosok Gajah Mada adalah pemimpin Jawa yang memiliki
dua sifat yaitu (1) tangguh artinya sebagai pimpinan dia pantang menyerah dan
sanggup menghadapi apa saja. Selama darah masih mengalir, tidak hanya raga, tetapi
darah mengalir pun tidak masalah. Ketangguhan menghadapi serangan musuh, tidak
diragukan lagi. Oleh karena, waktu itu memang banyak kerajaan lain yang sengaja ingin
menakhlukkan Majapahit. Perebutan kekuasaan selalu dihadapi secara proporsional;
(2) teguh, artinya dalam memutuskan suatu perkara tidak mudah diombang-ambingkan
oleh pengaruh lain, Biarpun teman dekat, jika keliru tetap diberi hukuman. Menghadapi
musuh juga banyak strategi, tidak sekedar menyerang.
Melalui ajaran 18 hal itu, dia memegang teguh gaya kepemimpinan Jawa yang
disebut (1) wicaksana, artinya bijak dalam mengelola negara. Pengelolaan Negara
dilandasi oleh ajaran ngemong agar rakyat ayom-ayem dan tenteram. (2) adil
paramarta, artinya sebagai pimpinan dia tidak lagi emban cindhe mban siladan, artinya
membeda-bedakan bawahan. Menurut Lombard (2005:65) istilah adil paramarta
merupakan pertanggungjawaban pimpinan pada bawahan. Hubungan timbale balik
atasan dan bawahan seharusnya adil dan murah hati. Maksudnya, kedekatan atasan
pada bawahan, tidak menyebabkan harus “pilih sih” dan “botsih”, artinya membeda-
bedakan dan tidak seimbang, tetapi selalu dilandasi rasa rumangsa. Adil adalah
pancaran pimpinan yang disegani oleh rakyat. Namun untuk mencapai keadilan
memang sebuah utopia. Pimpinan yang adil seratus persen hampir tidak ada. JIka
mampu mencapai adil, dialah pimpinan yang bijak.
Asta Dasa Berata Pramiteng Prabu adalah ajaran kepemimpinan khas Jawa yang
bijak. Ajaran Kepemimpinan Gajah Mada begitu dikagumi, sehingga terbentuk berbagai
mitos tentang dirinya. Gajah Mada dianggap sebagai Keturunan Dewa Brahma. Ia
digambarkan memiliki kesempurnaan diri yang mampu memasukkan dewa-dewa
kahyangan ke dalam tubuhnya. Paham semacam ini, merupakan upaya legitimasi
seorang pemimpin yang menguasai ilmu luar dalam (lahir dan batin). Pemimpin Jawa
semacam itu, dalam mengendalikan pemerintahan disertai dengan laku batin, tidak
sekedar kekuataan lahir. Laku batin itulah yang membentengi serangan-serangan
musuh yang iri dan dengki pada dia. Jagad kepemimpinan memang sering diliputi sifat
iri dan dengki dari pihak lain. Jika pimpinan tidak mampu mengelola sifat iri dengki,
tanpa strategi yang tepat, akan mudah roboh.
Gajah Mada juga diakui sosok yang mampu tampil sebagai Dewa asmara yang
tampan, cemerlang dan jaya yaitu : (1) Tokoh yang pada mulanya datar, namun dapat
membuat kejutan dengan menunjukkan sifat-sifatnya yang terpuji, misalnya dalam
menghadapi Kebo Wawira (Kebo Iwa), (2) Jaya secara lahiriah, ialah sebagai pencetus
gagasan-gagasan yang dapat mengantarkannya mencapai kedudukan yang tinggi
sebagai Mahapatih kerajaan Majapahit, (3) Kejayaan dalam pemikirannya didapat
berkat keturunannya yang agung dan juga karena bakti, ketaatan dan kesetiaannya
pada mereka yang diabdinya, terutama raja, (4) kejayaan batin didapat berkat sifat-sifat
tersebut di atas pada guru agama dan pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab
agama sebagai persiapan menuju Moksa (rohani dan jasmani langsung ke Sorga
Loka). Gajah Mada adalah sosok orang Indonesia berdarah rakyat, meskipun ditulisnya