Page 76 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 76

juga  bahwa  kepercayaan  orang  Bali,  Gajah  Mada  adalah  penjelmaan  Sang  Hyang
               Narayana (Dewa Wisnu) ke atas dunia.
                     Sosok  Sultan  HB  IX,  juga  figur  luar  biasa.  Kejayaan  keraton  Yogyakarta  serta
               kewahyuan dia menjadi wakil presiden RI, tidak dapat diremehkan lagi. Kebijaksanaan
               dia  mengemban  amanat  rakyat,  mampu  menyingkirkan  penjajah,  jelas  figur
               legendaries.  Ada  kekuatan  sakti  yang  sulit  dijelaskan  dalam  diri  sang  pemimpin
               tersebut. Legenda dan keadilan adalah dua hal yang saling terkait. Makala pemimpin
               bangsa itu mampu menenteramkan hati rakyat, jauh dari gejolak keamanan, suasana
               akan  damai.  Kedamaian  adalah  ciri  hadirnya  legendaris  dan  keadilan  seorang
               pemimpin.  Orang  yang  legendaries,biasanya  kalau  mau  turun  tahta  rakyat  merasa
               belum  lega.  Rakyat  masih  menginginkan  sang  pmimpin  memegang  tapuk
               kepemimpinan sekali lagi. Yang repot jika pemimpin belum saat turun sudah diturunkan,
               tentu hal ini akan merugikan bangsa itu sendiri.

               D. Kepemimpinan yang Keweleh
                     Keweleh  dapat  terjadi  pada  siapa  pun.  Keweleh  adalah  buah  dari  tindakan
               Pimpinan yang memiliki kekuatan super power pun, jika telah keweleh, akan malu
               rasanya.  Jangankan  tindakan  besar,  yang  berakibat  fatal,  tindakan  kecil  pun
               kalau  keweleh  akan  sia-sia.  Dengan  keweleh,  kemungkinan  seorang  pimpinan
               baru  sadar  diri.  Namun,  saya  memiliki  pengalaman  seorang  pimpinan  keweleh
               tetap merasa tidak bersalah.
                     Pimpinan  yang  berbudi  pekerti  rendah,  memang  aneh,  sudah  keweleh  pun
               masih  merasa  dirinya  benar.  Celakanya  lagi  sudah  jelas  keweleh  masih  mau
               menyalahkan  pihak  lain.  Manusia  makin  mampu  menyadap  kekuatan-kekuatan
               yang  berada  di  dalam  alam  semesta  ini,  namun  dengan  syarat  mutlak  bahwa
               kekuatan  (power)  yang  diperoleh  itu  sesuai  dengan  tingkat  perkembangan
               budinya.  Sayangnya  kekuatan  budi  itu  sering  tidak  mampu  menakhlukkan
               hawanafsu.  Oleh  karena  itu  kekuatan  yang  besar  yang  didampingi  budi  yang
               rendah  pasti  tidak  akan  mencapai  kelangsungan  yang  mantap.  Teman  saya  itu
               seorang  sesepuh,  terhormat,  dan  sebagai  pimpinan  yang  gemar  mencela
               bawahan.  Ternyata,  apa  yang  dicelakan  itu  dia  langgar  sendiri.  Misalkan,  saya
               pernah dicela agar tidak melakukan bimbingan menulis skripsi di rumah, ternyata
               sang  pimpinan  itu  ketika  terjepit  persoalan  menjadi  keweleh.  Dia  sendiri
               membimbing  skripsi  tidak  begitu  pecus,  sehingga  tidak  lulus  ketika  diuji.  Pada
               saat itu, spontan entah sadar atau tidak, dia malah minta mahasiswa bimbingan
               di  rumahnya.  Dengan  kata-kata  besuk  mondok  ke  rumah  saya,  saya  buat  garis
               besarnya  tinggal  diisi,  saya  damping,  berarti  dia  sudah  keweleh  dengan
               sendirinya.
                     Dalam  cerita  wayang  lakon  Arjunawiwaha,  juga  mengisahkan  bagaimana
               budi  renah  itu  akan  keweleh  juga  akhirnya.  Sebaliknya  budi  yang  tinggi,  tentu
               akan  terangkat  tinggi  pada  akhirnya.  Prabu  Niwatakawaca  menunjukkannya
               dengan jelas, bahwa dia bertindak tanpa menggunakan budi, melainkan kekuatan
               raga. Akibatnya, dia harus kalah oleh Arjuna yang menggunakan budi. Kata "budi"
               berasal  dari  bahasa  Sanskerta  dan  mempunyai  arti  "kemampuan  pikir",  atau
               "kecerdasan  otak"  (intelectual  faculty).  Di  Jawa  walaupun  ada  tulisan-tulisan
               yang  menyamakannya  dengan  arti  kata  Arab  akl  (ratio),"  tetapi  pada  umumnya
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81