Page 71 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 71
brata ia akan menjadi seseorang yang hambeg utama, berwatak mulia, luhur budi
pekertinya.
BAB VII
WAJAH KEPEMIMPINAN JAWA
A. Kepemimpinan Agung Binathara
Orang Jawa selalu memegang teguh kepemimpinan itu agung binathara.
Pemimpin itu di atas segala tindakan. Segala tindakan, dikuasai oleh pimpinan yang
agung (besar) dan binathara (seperti dewa). Biarpun ada pengaruh Hindu, orang Jawa
tetap tegas memegang kondisi ini. Orang Jawa juga meyakini kekuasaan di atas
manusia, yaitu dewa.
Pimpinan yang agung binathara, biasanya bersifat sentralistik. Pimpinan lebih
bergaya paternalistik. Laki-laki yang menjadi pucuk pimpinan. Hal ini seperti yang
dibahas Mudjanto (1986) bahwa kepemimpinan Jawa sebagai budaya tersendiri,
memiliki aroma khas. Kepemimpinan Jawa memiliki kekuasaan (power) khusus. Tidak
hanya kekuatan lahir yang mewarnai kepemimpinan Jawa, melainkan juga kekuatan
batin. Bahkan tidak jarang seorang pemimpin Jawa yang menguasai ilmu gaib sebagai
benteng diri. Kepemimpinan (leadership) merupakan unsur yang sangat penting dalam
membawa suatu bangsa kepada tataran peradaban tertentu.
Konsep agung binathara dalam kepemimpinan Jawa, terkait pula terkait pula
dengan pandangan Gramsci (Ratna, 2005:180-182) tentang hegemoni. Dari sisi
antropologi budaya dan sastra, hegemoni berasal dari kata hegeisthai (Yunani), artinya
kepemimpinan. Hegemoni sebenarnya sebuah upaya menguasai orang lain. Dalam
sejarahnya, kepemimpinan Jawa banyak memegang teguh agung binathara, yang
dalam konsep Gramsci yaitu suatu usaha melakukan perubahan sosial secara radikal
dan revolusioner. Konsep ini dipegang pimpinan, untuk melakukan “penindasan
kultural” agar bawahan taat. Agung binathara, adalah sebuah legitimasi kepemimpinan
yang memuat unsur dewa, sebagai peta kekuasaan super hero. Maka biarpun
pemimpin itu berlatar desa, tetap memegang teguh konsep agung binathara. Akibatnya,
pemerintah desa pun ada yang seolah-olah sulit tersentuh. Bahkan banyak pemerintah
desa yang diraih dengan model penerimaan wahyu. Wahyu selalu dinamakan pulung,
yang berasal dari dewa. Jika demikian, hampir pasti suatu bangsa mencapai kemajuan
karena adanya kepemimpinan yang baik. Pemimpin yang baik selain memegang
konsep agung binathara, juga lebih merakyat.
Di desa pun kepemimpinan sering ada yang berbau kerajaan. Akibat dari
pegangan kepemimpinan bernuansa agung binathara, pemimpin desa juga sering
merasa senang memerintah. Konsep pemimpin menjadi memerintah, dari atasan ke
bawahan. Memang harus diakui, bahwa tempo dulu, kepemimpinan Jawa dipegang
oleh raja. Raja berasal dari kata Sansekerta raj, yang berarti memerintah. Raiya (raja)
berarti pemerintahan. Raja adalah pucuk pemerintahan suatu kerajaan. Pola pimpinan
kerajaan selalu bersifat top down. Seluruh keputusan pemerintahan tergantung pada
raja. Dari panggung sejarah dunia kita melihat, misalnya di Jawa dikenal dengan raja-
raja Ken Arok, Hayam Wuruk, Raden Patah, bangsa Mongol menonjol karena adanya
Jengis Khan, Yunani berkibar karena munculnya Iskandar Agung (Iskandar Zulkarnain),