Page 69 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 69

menandatangani  petisi  untuk  mengadakan  reformasi  masih  tetap  diganggu  puluhan
               tahun  setelah  peristiwanya,  para  pekerja  dipaksa  untuk  mengundurkan  diri,  orang
               desa mendapat intimidasi agar menjual tanah "dengan suka rela" - tentu saja dengan
               harga yang sangat khusus - para demonstran damai mungkin ditembak, calon politisi
               bisa mendadak kehilangan pekerjaan mereka dan dijauhi oleh mereka yang semula
               dekat. Dan buku mungkin dibakar, surat kabar ditutup, majalah disensor. Tidak boleh
               ada tanda-tanda rasa tidak setuju atau kritik terbuka.

               E. Kepemimpinan Astha Brata
                       Dalam  wacana  kepemimpinan  Jawa,  salah  satu  konsep  kepemimpinan  yang
               paling  populer  sebenarnya  adalah  astha  brata.  Konsep  ini  termuat  dalam  berbagai
               karya  sastra,  antara  lain  Serat  Ramayana,  Serat  Ramajarwa,  Serat  Nitisruti,  Serat
               Tumuruning Wahyu Maya, dan Serat Makutharama. Karya-karya tersebut, melukiskan
               ajaran  prabu  Rama  ketika  Gunawan Wibisana  ragu-ragu  mau  memimpin  Ngalengka,
               setelah Perang Brubuh. Teks-teks dalam karya tersebut umumnya mengangkat konsep
               penjabaran astha brata.
                       Dalam  pakem  pokok,  astha  brata  dibahas  pada  salah  satu  cerita  dalam  epos
               Ramayana.  Astha  brata  berasal  dari  kata  astha  (delapan)  dan  brata  (laku)  (Suyami,
               2008).  Astha  brata  adalah  delapan  nasehat,  yang  diambil  dari  watak  para  dewa
               berjumlah delapan dewa. Astha brata merupakan nasihat yang diberikan Rama Wijaya
               kepada Wibisana yang akan menggantikan kakaknya, Rahwana, menjadi raja Alengka.
               Setelah mendapatkan ajaran tersebut, Wibisana ditetapkan menjadi raja.  Dalam cerita
               Mahabarata,  ajaran  astha  brata  ini  bisa  disampaikan  kepada  seorang  satria  dalam
               lakon-lakon  tertentu,  misalnya  dalam  Wahyu  Makutharama  yang  menceritakan
               diterimanya wahyu kearifan kepemimpinan Rama Wijaya ini kepada Arjuna.  Lakon ini
               dikenal dengan sebutan Rama Nitik.
                       Contoh  lain  adalah  teks  pertunjukan  berjudul  Petruk  Nagih  Janji  oleh  Ki  Hari
               Bawono dan Lumajang yang bergaya kulonan. Dalam lakon ini, Bethara Guru berkenan
               turun untuk memberikan wahyu Sri Makutha, yang ternyata adalah ajaran astha brata,
               kepada  Puntadewa  (lihat  Bawono,  2003:  Kaset  6-7).  Ajaran  astha  brata  amat  luwes
               diterapkan pada berbagai segmen kepemimpinan. Biarpun ajaran tersebut berasal dari
               paham Hindu, orang Jawa dapat menerimanya.
                       Dalam  pertunjukan  wayang  kulit  untuk  tujuan  tertentu,  misalnya  pelantikan
               seorang  pejabat,  lakon-lakon  yang  membahas  astha  brata  sering  dipertunjukkan.
               Dalam  pertunjukan-pertunjukan  seperti  itulah  wacana  kepemimpinan  tradisional  Jawa
               yang monarkis direproduksi, wacana yang mendominasi nilai-nilai kepemimpinan Jawa.
               Selain  astha  brata,  masih  banyak  nilai-nilai  kepemimpinan  yang  muncul  dalam
               pertunjukan lain di luar teks-teks teks yang diteliti, misalnya ajaran “Memayu hayuning
               bawana”,  “Ambeg  parama  arta”,  “Darma  sulaksana”,  dll.  (lihat  Amir,  1994:  100-105;
               Khakim, 2007: 79-90; Suratno & Astiyanto, 2005: 188-189).
                       Astha  brata  berarti  delapan  perilaku  yang  harus  dimiliki  seorang  pemimpin.
               Kedelapan perilaku tersebut adalah sebagai berikut:
               (1)     Laku hambeging candra: Artinya, bertindak seperti sinar purnama. Maksudnya,
                  seorang  pemimpin  harus  memberi  penerangan  yang  menyejukkan  seperti  bulan
                  bersinar terang benderang tetapi tidak panas.
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74