Page 67 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 67

kepemimpinan  negara.  Bila  dalam  keluarga  terjadi  tepa  selira,  saling  menghargai,
               ketika memimpin Negara juga akan sukses.
                     Keluarga  adalah  komunitas  terkecil  yang  membutuhkan  pimpinan  tepa  selira.
               Tepa selira akan membangun tertib moral yaitu kondisi kewajiban setengah-religius
               untuk meneruskan garis kehidupan. Sebagai wakil dari Kehidupan yang melindungi
               dan memberikan berkah kepada anak-anak mereka, penghormatan memang untuk
               mereka. Dengan kata lain, kondisi "alami" dan "religius" inilah  - atau mitologi yang
               tidak perlu dipertanyakan  - yang memberikan keabsahan keluarga sebagai hierarki
               moral. Moralitas merupakan inti dari tepa selira.
                     Keluarga adalah dunia kecil orang-orang yang saling memiliki dan mempunyai
               tanggung  jawab  bersama.  Agar  dapat  memperluas  dunianya,  tepa  selira  sangat
               penting  untuk  mewujudkan  kepemimpinan  yang  sukses  di  masa  depan.  Moral
               sebagai  gagasan  tinggi  yang  membangkitkan  semangat  tepa  selira.  Kenyataan
               bahwa  ada  kekuasaan  dan  bahwa  sejumlah  orang  mencari  keuntungan  darinya
               sementara  yang  lain  menderita,  ini  bukan  pantulan  tepa  selira.  Banyak  kejadian
               dalam  keluarga  yang  cekcok  karena  persoalan  warisan.  Hal  ini  memberikan
               gambaran  kepemimpinan  keluarga  yang  tidak  tepa  selira.  Maka  di  lingkungan
               kehidupan  keluarga,  ketika  ada  kebersamaan  dengan  anggota  keluarga,  sanak
               keluarga,  teman,  dan  mungkin  pelindung,  yang  diakui  sebagai  moral,  menandai
               ada tepa selira. Tepa selira dalam keluarga dapat diperluas ke dalam masyarakat
               Jawa, negara, dan bangsa.
                     Jika kita membicarakan dilema moralitas versus mobilitas ke atas yang harus
               dihadapi  oleh  para  pemimpin  lokal,  kita  tidak  boleh  melupakan  orientasi  normatif
               yang sedang berubah di wilayah pedesaan di Jawa. Selalu ada kecenderungan ke
               arah  nilai  yang  lebih  instrumental  dan  individualistik.  Watak  individualistik  Jawa,
               jelas  bertentangan  dengan  tepa  selira.  Tepa  selira  bertentangan  dengan
               individualistic.  Penduduk  desa  yang  miskin  merasa  malu  (isin)  untuk  meminta
               bantuan,  karena  hal  ini  dianggap  sebagai  tanda  kemiskinan  dan  rendah  diri.
               Ketidakmauan  minta  bantuan  juga  sebagai  refleksi  tepa  selira.  Sebaliknya,  sikap
               yang demikian itu juga membuat rakyat kurang bersedia membantu tetangga mereka
               ketika  melihat  mereka  itu  dalam  kesulitan.  Inilah  budaya  yang  tidak  tepa  selira,
               bahkan menyakitkan pihak lain. Mereka tidak ingin menolong karena mereka merasa
               bahwa  yang  bersangkutan  itu  miskin  karena  salahnya  sendiri.  Cukup  menarik,
               istilahgotong royong masih dicanangkan oleh para pemimpin desa dan penguasa di
               atasnya  untuk  memperbaiki  saluran  irigasi  yang  rusak  atau  mengeraskan  jalan,
               kewajiban yang menjadikan beban yang berat bagi rakyat.

               D. Ideologi Kepemimpinan: Rikuh, Sungkan, dan Pakewuh
                     Secara  panjang  lebar,  Mulder  (2001:90-91)  menyatakan  pelaksanaan  dan
               pemahaman  mengenai  kekuasaan  dan  kepemimpin  Jawa-Indonesia  lebih  dekat
               dengan doktrin dinasti kerajaan dibandingkan dengan kekeluargaan, meskipun kita
               memperhitungkan berlakunya fungsi dimensi hierarkis yang kuat dari berfungsinya
               keluarga. Hanya praktek otoriterlah yang sama sekali tidak toleran terhadap segala
               bentuk  kecaman  atau  meragukan  kebenarannya.  Rakyat  harus  dibimbing  dan
               dididik  sehingga  mereka  akan  berperilaku  dengan  penuh  tanggung  jawab,  tahu
               kewajiban  dan  tempat  mereka.  Mereka  dipandang  sebagai  masa  mengambang
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72