Page 64 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 64

2. Menjadi Sumber 3 K
                        Memang, ada pesan pujangga besar tentang kewajiban  dan larangan seorang
               pemimpin.  Mempelajari  karya  KGPAA  Mangkunagara  IV,  dalam  Serat  Salokantoro,
               Sriyatna,  Wedhatama,  Tripama,  dan  lain-lain  sama  halnya  mencermati  ajaran
               kepemimpinan  suatu  bangsa.  Hal  ini  seperti  yang  dilakukan  seorang  antropolog
               Margaret  Mead,  Clifford,  Hildred  Geertz  (Ratna,  2011:67)  ketika  mempelajari  Bali.
               Dengan  menganut  wawasan  antropologi  sastra,  kita  dapat  mencermati  ajaran
               kepemimpinan Jawa lewat sastra karya pujangga.
                       Menurut KGPAA Mangkunagara IV kewajiban pemimpin bangsa ada enam yang
               harus  ditaati.  Yakni,  (1)  nut  wiradat,  artinya  mengikuti  upaya  dan  usaha  manusia
               dengan  penuh  tanggung  jawab;  (2)  nyangkul  sagawene,  artinya  menjalankan  tugas
               sepenuh  hati,  tak  banyak  menolak  dan  komentar.  Kritis  boleh  saja  asalkan  benar,
               namun sikap setia justru lebih baik apabila pekerjaan itu mulia. Karena itu, pemimpin
               perlu  menjalankan  tugas  dengan  wekel  (rajin  dan  sungguh-sungguh)  dan  tawakal
               (berserah diri kepada Tuhan); (3)  mbiyantu negara sakadare, artinya mau membantu
               kesejahteraan  dan  ketenteraman  rakyat  menurut  kemampuannya.  Bantuan  diberikan
               dengan  ikhlas  dan  tanpa  pamrih;  (4)  ngowel  ing  kapitunan,  artinya  lebih  hati-hati
               menjalankan tugas. Tak banyak tingkah dan apalagi melakukan KKN yang merugikan
               rakyat banyak; (5) milu rumeksa pakewuh, artinya ikut menjaga dan mempertahankan
               negara dengan sepenuh hati. Jika ada masalah negara, tak saling melempar, tapi harus
               bertanggung  jawab;  (6)  murinani  rusake  praja,  artinya  selalu  mengetahui  kesulitan
               rakyat banyak. Tentunya, lalu ingin mencari jalan keluar. Termasuk di dalamnya selalu
               memperhatikan suara rakyat.
                       Adapun  larangan  bagi  seorang  pemimpin  negara,  ada  lima  hal,  yaitu:  (1)  aja
               akarya giyuh, artinya jangan sampai seorang pimpinan justru membuat kerusuhan atau
               masalah. Termasuk jangan menjadi dalang kerusuhan dan masalah; (2) aja karya isin,
               artinya  pimpinan  jangan  sampai  membuat  malu  diri  sendiri  dan  kroninya.  Pimpinan
               harus bersih dan berwibawa. Jika sampai membuat malu, selamanya akan menjadi ciri
               dan titik kejelekan; (3) aja rusuh ing pangrengkuh, artinya pimpinan diharapkan mampu
               melindungi  warga  negara,  jangan  sampai  membuat  rasa  kawatir  rakyat.  Jika  dalam
               memimpin bangsa membuat situasi tak menentu dan krisis berkepanjangan, sebaiknya
               mengundurkan diri saja; (4) aja mrih pihala, artinya seorang pimpinan jangan sampai
               berbuat  yang  tak terpuji.  Pimpinan  adalah  tauladan  rakyat.  Jika  sekali  berbuat  salah,
               apalagi menyalahgunakan jabatan dan wewenang akan dinilai jelek oleh rakyat; (5) aja
               kardi nepsu, artinya jangan sampai seorang pimpinan mudah marah, tanpa alasan yang
               jelas. Pimpinan sebaiknya banyak senyum kedamaian.
                       Jika pemimpin bangsa ini, termasuk elit politik mampu melaksanakan kewajiban
               dan menjauhi larangan tersebut, niscaya negara akan aman dan damai. Tak akan ada
               lagi  perseteruan  di antara  elit  politik  yang  dibakar  oleh  ambisi  sesaat.  Tak  akan  ada
               PKB kembar, PPP kembar, dan dulu juga pernah PDI kembar. Begitu pula tak akan ada
               saling  melempar  dan  saling  tuding  antara  pemerintah  (eksekutif),  legislatif,  dan
               yudikatif. Karena itu, pimpinan yang baik, sebaiknya menjadi sumber tiga hal (tiga K)
               yang selalu didambakan rakyat, yaitu:
                       Pertama,  kasenengan  (kesenangan).  Pimpinan  harus  mampu  menciptakan
               kesenangan,  dengan  cara  menghargai  pendapat  rakyat,  dan  bersikap  demokratis.
               Karena, pimpinan yang otokratik, biasanya tak disukai rakyat. Rakyat akan bungkam,
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69