Page 167 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
P. 167

167























                 ini.  melalui  tokoh  tersebut,  Gus Dur pertama  kali tertarik  mereka berdiskusi atau membahas butir-butir kearifan hidup
                 pada karya beethoven.                               terdalam yang terpancar di dalam karya agung tersebut. Kiai
                    Pada periode itu, Gus Dur pindah ke Pesantren tegalrejo,  Khudori juga memberi tugas agar Gus Dur membaca dengan
                 magelang,  di bawah asuhan Kiai Khudori,  yang  juga  cermat kitab klasik lainnya, yaitu kitab al-Hikam, karangan
                 menyayangi dan  menghormati  Gus  Dur. Di pesantren  ini,  sufi besar Muhammad Athoillah. Kitab ini sering didiskusikan
                 Gus Dur membawa satu kopor besar berisi buku-buku barat  berdua untuk mengambil inti sari “rohaniyah” dan kearifan
                 yang oleh Kyai diberi tempat di ruang khusus dengan lemari  yang hingga sekarang tetap relevan. Kenangan Gus Dur yang
                 khusus yang dikunci, seperti yang di pesantren al-munawwir,  begitu mendalam terhadap kitab ini, sering diceritakan pada
                 Krapyak. Di sini pun Kiai bersikap hati-hati, memperhatikan  pihak lain. baginya ajaran yang paling berkesan dari kitab ini
                 buku-buku  yang secara leluasa  dibaca  oleh Gus Dur, tidak  ialah kearifan yang  mengatakan,  “kuburkan  dirimu  dalam
                 dibaca  oleh santri lainnya.  Disamping  “nyantri”  pada  Kiai  bumi kekosongan”. artinya bagi Gus Dur, kita diminta agar di
                 Khudori, Gus Dur juga diminta mengajar. Kiai memberinya  dalam hidup ini kita selalu beramal secara ikhlas dan tak perlu
                 kebebasan penuh. Waktu itu Gus Dur mengubah kurikulum  mengingat-ingat kembali amalan tersebut, karena ibaratnya
                 pesantren, dan menambahkan  mata pelajaran aljabar.  Hal  sudah dikubur di bumi kekosongan tadi.
                 itu merupakan  sesuatu  yang  aneh di dunia  pesantren, dan   Kenangan terdalam  Gus Dur  di pesantren itu ialah
                 beberapa  pengajar  mempertanyakan  pada  Kiai Khudori.  mengenai  kearifan Kiai Khudori yang sangat humanis,
                 tetapi, Kiai berkata, “tidak apa-apa, wong namanya juga Gus  yang  menerima dengan baik dan memberi  pengayoman
                 Dur. Jadi,  biarkan saja. tambahan  mata pelajaran  itu tidak  dengan ikhlas, kepada  orang-orang yang disebut  komunis
                 merugikan pesantren”. Di sana Gus Dur diasuh secara khusus  yang  memerlukan  perlindungan.  sebagian  dari mereka
                 oleh Kiai Khudori sendiri dan diberi  pelajaran  ilmu-ilmu  itu  mungkin  komunis,  mungkin  sekedar  dituduh  komunis.
                 tasawuf, seperti yang diterimanya di Pesantren al-munawwir,  ada yang sudah pernah ditahan oleh pihak yang berwajib,
                 Krapyak. ilmu-ilmu tasawuf yang belum diajarkan pada para  ada  yang dicurigai  dan dicari-cari.  namun dengan  penuh
                 santri yang lain, sudah diajarkan pada Gus Dur dengan model  tanggung jawab kemanusiaan,  sang  Kyai  memberi  mereka
                 pendekatan sebagaimana kita kenal dalam pendidikan barat  akomodasi dengan baik.
                 sekarang. Gus Dur disuruh membaca kitab Ihya Ulumuddin   Gus Dur butuh waktu dua tahun untuk lulus dengan baik.
                 karangan imam Ghozali yang termashur itu, dan kemudian  setelah itu, tahun 1959 – 1963 Gus Dur pindah ke pesantren



                 ABDURRAHMAN W AHID:1999-2001



     Presiden Republik Indonesia FINAL REVISI 20082014 CETAK.indd   167                                                 8/21/14   1:17 PM
   162   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172