Page 168 - PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
P. 168
168
kakeknya dari pihak ibu yaitu Kiai Bisri Syansuri di Pesantren Gus Dur di Pesantren Tegalrejo dengan melakukan puasa
Denanyar Jombang. “ngrowot” (hanya boleh memakan umbi-umbian).
Selama di pesantren, Gus Dur banyak menghabiskan Pendidikan dari pesantren ke pesantren yang ditempuh
waktunya untuk menimba ilmu dari para guru-gurunya. Gus Dur itu dapat dibaca sebagai peneguhan terhadap apa
Waktunya benar-benar ia manfaatkan untuk memperoleh yang kelak disebut sebagai akar ke-NU-an. Hal ini bagi Gus Dur
sebanyak mungkin ilmu di sana. Pagi-pagi setelah Subuh merupakan faktor penting, karena NU memberinya kekayaan
ia telah mengaji tiga kitab dengan seorang kyai pengasuh khazanah keislaman klasik dan cerminan tradisi intelektual di
pesantren Tambak Beras, Jombang yaitu K.H. Abdul Fatah kalangan dunia pesantren yang begitu kaya, mendalam, dan
Hasyim. Siangnya ia mengajar para santri. Sehabis sholat penuh kearifan yang dipetik dari ajaran-ajaran fiqh maupun
Dhuhur, ia melanjutkan kembali menimba ilmu kepada kiai ajaran-ajaran tasawuf yang dipraktekkan dalam tarekat.
yang lain seperti K.H. Masduki yang kemudian dilanjutkan Dari sana Gus Dur bisa memetik pelajaran penting yang bisa
mengaji dengan Kiai Bisri Syansuri, kakeknya. disebut sebagai penghormatan terhadap kemanusiaan tanpa
Sejak masa nyantri di Krapyak Gus Dur memang sudah memandang asal-usul kebangsaan, etnisitas, maupun agama
memiliki keistimewaan-keistimewan. Kecuali bacaannya yang yang dianut. Di sini yang penting digarisbawahi ialah sikap
luar biasa luas, penafsiran dan pemahaman Gus Dur terhadap hormat terhadap nilai kemanusiaan. Selain itu, pendidikan
bacaannya sangat mendalam. Ketekunan dan kegigihannya pesantren juga menanamkan wawasan dan semangat
membuatnya berbeda jauh dibandingkan dengan santri- kebangsaan yang mendalam, terutama dari fatwa-fatwa
santri yang lain. Dia memiliki kemampuan “melahap” isi buku “politik” para kyai semenjak zaman penjajahan Belanda.
tebal baik dalam bahasa Arab maupun Inggris, baik dalam Dapat dipahami bahwa keislaman dan kebangsaan itu
ilmu-ilmu agama maupun nonagama dalam waktu sangat bukan dua hal yang bertentangan satu sama lain, melainkan
pendek. Santri lain memerlukan waktu berhari-hari untuk sebaliknya keduanya saling mengisi dan memperkokoh.
memahaminya, Gus Dur hanya memerlukan waktu semalam. Dari segi pendidikan formal di luar pesantren, sikap dan
Tidak mengherankan apabila dalam usianya yang masih wawasan kebangsaan itu diperkuat lagi sehingga pendidikan
sangat muda,Gus Dur telah menguasai gramatika bahasa yang diperoleh Gus Dur memungkinkannya untuk menjelajahi
Arab dan fasih pula dalam pengucapannya. Kitab gramatika problem kemanusiaan yang sangat luas dan kompleks. Patut
bahasa Arab, Alfiah, yang tersohor itu (1000 bait), dipelajari dicatat di sini bahwa pemahaman dan sikap hormat pada
ABDURRAHMAN W AHID:1999-2001
Presiden RI FINAL REVISI 20082014 CETAK_130%_03_RevSBY_M5.indd 168 10/22/14 10:01 AM