Page 112 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 112

Percayalah.  Setidaknya  percayalah  pada  Thomas,  janji  seorang
               petarung.”
                 Aku memegang lengan Julia.

                 ”Nah, kau bersedia mengantarku segera ke Waduk Jatiluhur?
               Waktu kita terbatas, aku khawatir mereka lebih dulu tiba, dan
               semuanya jadi berantakan.”
                 Julia  masih  menatapku  ragu-ragu—bahkan  antusiasme  me-
               ngemudi  mobil  balap  barusan  hilang  hanya  karena  kalimat
               pendekku  menjawab  pertanyaannya.  ”Kita  ke  tempat  persem-
               bunyian Om Liem.”
                 Aku menghela napas. ”Baiklah, akan kuceritakan kau sepotong
               kejadian masa lalu. Kaudengarkan baik-baik. Setelah ini, terserah
               kau  mau  membantuku  atau  tidak.  Tapi  jika  kau  memutuskan
               membantu,  ini  terakhir  kali  aku  bercerita  hingga  hari  Senin.
               Setelah ini, jangan banyak bertanya lagi. Kau paham, Julia?”
                 Gadis  itu  tidak  mengangguk,  tidak  juga  menggeleng.  Hanya
               bersiap mendengarkan.


                                          ***


               Dua puluh tahun lebih, di masa silam.



               BRAK! Suara keributan di halaman rumah terdengar.
                 ”Kapan, Koh? Kapan? Sudah enam bulan!” Terdengar teriakan
               marah.
                 ”Iya,  kapan?  Kalau  begini  terus,  kami  lebih  baik  mengambil
               semua  uang  kami.”  Seruan-seruan  lain  menimpali,  tidak  kalah
               galak.
                 Papa berusaha menjelaskan, tapi dipotong lagi oleh teriakan-

                                         110




       Isi-Negeri Bedebah.indd   110                                 7/5/2012   9:51:09 AM
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117