Page 114 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 114

Mama  dan  Tante  Liem  datang  menghidangkan  ginseng
               hangat, menghela napas prihatin.
                 Dan  hanya  soal  waktu,  berbagai  masalah  datang  beruntun.

               Kapal-kapal itu entah apa pasal, mendadak rusak di perjalanan,
               pengiriman tertunda berbulan-bulan; ditemukan barang selundup-
               an (kali ini petugas bea cukai meminta uang sogok yang besar
               sekali), pencurian kargo di pelabuhan (petugas kejaksaan justru
               menuduh  kami  yang  mengada-ada),  hingga  puncaknya,  salah
               satu  kapal  kebanggaan  keluarga  tenggelam  (menurut  kapten
               kapal, kejadiannya cepat sekali, kapal tiba-tiba sudah miring).
                 Tidak  terbilang  kerugian.  Belum  lagi  uang  yang  dihabiskan
               untuk  menyumpal  petugas,  jaksa  penuntut  terkait  kasus-kasus
               baru yang muncul susul-menyusul. Sengketa lahan gudang (entah
               kenapa tiba-tiba ada akta tanah kembar), penjelasan atas sekarung
               benda  haram  (ganja)  di  gudang  kami.  Semua  kejadian  sial  itu
               membuat  bisnis  keluarga  tersumbat.  Maka  hanya  soal  waktu,
               pembayaran  bunga  dan  bonus  untuk  peserta  arisan  tersendat,
               kerugian menggerogoti modal. Enam bulan berlalu, anggota arisan
               mulai tidak sabaran, menuntut uang mereka dikembalikan.
                 ”Bapak-Bapak, salah satu kapal kami akan segera merapat di
               pelabuhan.  Liem  sedang  mengurusnya.  Jika  barang-barang  itu

               tiba, kami bisa segera mendapatkan uang. Harap bersabar.”
                 ”Bersabar sampai kapan, Koh?”
                 ”Setidaknya sampai siang ini. Kami mohon pengertiannya.”
                 ”Kenapa Kokoh tidak menjual gudang-gudang atau rumah ini
               saja  untuk  membayar  uang  kami?”  Seseorang  berseru,  segera
               ditimpali teriakan setuju yang lain.
                 Papa menggeleng, wajahnya terlihat tegang. Orang-orang yang
               berkumpul  di  depan  rumah  sudah  ratusan.  Dan  semakin  lama

                                         112




       Isi-Negeri Bedebah.indd   112                                 7/5/2012   9:51:09 AM
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119