Page 126 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 126
sempat membawa telepon genggamnya semalam. Aku tidak bisa
memberikan peringatan ke rumah itu agar mereka segera me-
nyingkir. Dengan semua kemungkinan terbuka, aku memutuskan
menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk mempelajari doku-
men yang diberikan Maggie. Ini jelas lebih berguna dibanding
bergumam resah menyuruh Julia lebih cepat lagi. Sama halnya
ketika kalian terjebak macet, daripada memaki, resah, sebal, yang
jelas-jelas tidak akan membuat kemacetan jadi terurai, maka
lebih baik membaca sesuatu atau tidur.
”Belok kiri atau lurus?” Julia bertanya.
Kami hampir tiba.
”Terus, hingga habis jalan raya,” aku menjawab pendek,
melempar dokumen.
Mobil yang dikemudikan Julia melambat.
Aku menghela napas lega. Tidak ada keramaian di depan
gerbang pagar. Juga tidak ada mobil-mobil atau polisi yang me-
ngepung di halaman rumah. Lengang. Gerimis semakin deras.
”Langsung ke halaman belakang,” aku menyuruh Julia terus.
Satu menit, mobil terparkir rapi, aku dan Julia turun, berlari-
lari kecil menuju teras belakang.
Tidak ada siapa-siapa di ruangan dapur. Kosong. Bahkan
pembantu yang biasanya menyiapkan makanan untuk Opa tidak
terlihat.
Aku memandang sekitar. Ini lengang yang ganjil. Opa juga
tidak ada di ruangan besar tempat dia berlatih musik. Aku
menyeka rambut yang basah. Pada saat hujan seperti ini boleh
jadi Opa sedang tidur. Om Liem boleh jadi juga beristirahat
setelah dua puluh jam terakhir tidak tidur.
”Jangan bergerak!” Terdengar suara mendesis.
124
Isi-Negeri Bedebah.indd 124 7/5/2012 9:51:09 AM