Page 127 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 127
Langkah kakiku melintasi ruangan tengah terhenti. Juga
langkah Julia.
Kami berdua sempurna mematung.
Enam polisi dengan rompi antipeluru, bersenjata lengkap,
muncul bagai hantu dari balik lemari, sofa, pot besar, bahkan
kerai jendela. Wajah mereka tertutup topeng. Mata menatap
tajam, berkilat.
Dua polisi dengan cepat meringkusku, aku terbanting duduk.
Mereka menelikung tanganku, memasangkan borgol. Dua polisi
lain juga memegang tengkuk Julia, cepat menguasai situasi se-
belum kami sempat bereaksi apa pun—bahkan sekadar men-
dengus.
Lututku terasa sakit menghantam lantai, aku mengeluh sambil
mengutuk dalam hati. Bodoh. Seharusnya aku segera kabur sejak
menginjak dapur belakang. Rumah ini terlalu sepi. Ada sesuatu
yang telah terjadi. Benar-benar bodoh. Tentu saja mereka sengaja
menyembunyikan mobil patroli, kendaraan polisi atau apa pun
di halaman. Jika aku melihatnya, aku pasti berputar arah. Se-
telah tahu lokasi ambulans dari GPS tracking rumah sakit,
mereka pasti sengaja mengirim pasukan taktis kecil yang tidak
menarik perhatian untuk menangkap Om Liem, lantas me-
nungguku kembali.
”Jalan!” Salah satu polisi kasar menyuruhku berdiri.
Julia hendak protes, tapi moncong senjata terarah ke wajah-
nya. Membuatnya bungkam.
Aku menelan ludah. Ini berlebihan. Kami bukan teroris, kami
juga bukan kriminal seperti pembunuh, psikopat, atau kejahatan
besar lainnya. Tidak bisakah mereka mengirim pasukan yang
lebih ramah?
125
Isi-Negeri Bedebah.indd 125 7/5/2012 9:51:09 AM