Page 162 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 162
Erik bergumam kasar melihat kunci mobilnya yang kupegang.
Wajah merahnya menggelembung, tetapi dia tidak berkomentar.
Aku sudah melangkah menuju pintu apartemen.
***
Aku berganti kendaraan. Mobil Erik jauh lebih pantas dibanding
mobil boks laundry.
Aku segera menghubungi telepon genggam Julia.
”Julia, halo, kau di mana? Suaramu tidak terdengar!” aku
berseru sambil menekan klakson. Gerimis sudah raib di jalanan,
bergantikan merah langit, sebentar lagi malam datang.
”Aku di konferensi pers, Thom.”
”Julia, bukankah kau seharusnya sedang mencari cara ber-
temu...”
”Aku sedang ikut konferensi pers, Thom. Kau bisa telepon
aku setengah jam lagi.”
”Apa perlunya kau ikut konferensi? Kau tidak sedang meliput
berita lebih penting, kitalah yang membuat berita. Kau seharus-
nya sedang menelepon kontak yang ada, meminta skedul...”
”Aku justru persis di depan menteri, Thom. Dia sedang bicara,
semua wartawan berebut mengambil posisi paling depan.” Suara
Julia terdengar kesal. ”Setengah jam lalu ada rilis penting ke
seluruh media massa, aku tidak jadi ke kantor, langsung berbelok
arah, ada konferensi pers mendadak dari ketua komite stabilitas
sistem keuangan. Dia memberikan tanggapan awal atas masalah
Bank Semesta yang eskalasi masalahnya naik tajam sehari ter-
akhir. Kalau beruntung, setelah konferensi pers, aku bisa me-
minta waktu resmi bertemu dengannya. Tidak bisakah kau
160
Isi-Negeri Bedebah.indd 160 7/5/2012 9:51:10 AM