Page 163 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 163
bersabar? Aku akan melakukan tugasku dengan baik.” Suara
sebal Julia masih terdengar dua-tiga kalimat lagi sebelum dia
memutus percakapan.
”Besok, Thom. Kita pasti bertemu langsung dengannya, tapi
sebelum itu terjadi, biarkan aku mengurusnya. Setidaknya men-
catat apa yang sedang dia omongkan. Mungkin itu berguna
bagimu.”
Persis satu detik Julia menutup pembicaraan, telepon genggam-
ku berbunyi lagi.
”Kau di mana, Thom?”
Itu suara khas Ram.
”Kabur, kau pikir aku di mana lagi?” aku menjawab pendek,
bergumam. Dalam situasi seperti ini Ram masih saja suka ber-
basa-basi.
Ram tertawa prihatin. ”Tentu saja kau sedang kabur. Maksud-
ku, kau persisnya lagi di mana?”
”Di balik setir. Mengemudi di jalanan macet Jakarta.” Aku
menatap datar ke luar jendela, untuk kesekian kali mobilku ter-
henti di perempatan. Hari Sabtu, tetap saja jalanan kota padat.
”Om Liem bersamamu? Eh, maksudku, aku baru saja
mendengar kabar bahwa petugas polisi menyergap rumah per-
istirahatan di Waduk Jatiluhur. Aku dengar kalian berhasil kabur
lagi. Om Liem baik-baik saja?” Ram segera memperbaiki
pertanyaan sebelum aku kembali menjawab menyebalkan.
”Secara fisik dia baik-baik saja, jika itu maksud pertanyaanmu.
Tetapi secara psikis mana aku tahu. Untuk orang setua itu,
boleh dibilang keajaiban kecil dia tidak terlihat stres, sakit
kepala, atau bahkan jantungan dengan semua masalah.”
”Om Liem bersamamu, Thom?” Ram memotong.
161
Isi-Negeri Bedebah.indd 161 7/5/2012 9:51:10 AM