Page 158 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 158
Erik diam, sepertinya baru menyadari apa tujuanku datang ke
apartemennya.
”Apa maksudmu, Thomas?” Erik menyelidik.
Aku tertawa. ”Kau hanya punya waktu setengah jam, bukan?
Baik. Aku sudah memakainya empat menit, berarti tinggal dua
puluh enam menit. Kita akan bicara sambil berdiri seperti ini,
atau kau akan berbaik-hati menyuruhku duduk?”
Erik bergumam samar, menyeka peluh di leher, mengangguk,
menunjuk kursi.
Aku mengarahkan remote ke arah televisi, sekejap menekan
tombol off.
Apartemen luas Erik lengang seketika.
***
”Aku tidak mau melakukannya.” Erik menggeleng.
Lima belas menit berlalu setelah aku menjelaskan situasi dan
menyebutkan permintaan.
”Kau akan melakukannya.” Aku berkata tegas, melempar
bundel kertas yang diberikan Maggie tadi siang, ”Atau aku akan
menyebarkan dokumen ini ke seluruh wartawan yang kukenal.”
Erik menyambar kertas di atas meja, membaca selintas
halaman depan, lantas merobeknya.
Aku tertawa. ”Percuma, Sobat, aku masih punya master file-
nya di kantor. Kau mau kugandakan jadi berapa? Lima belas
lembar? Lima ratus?”
Erik mendengus marah. ”Aku tidak tahu apa-apa, Thom!”
”Omong kosong, Erik!” aku membentaknya. ”Kau penasihat
keuangan yang memberikan opini ketika Om Liem mengakuisisi
156
Isi-Negeri Bedebah.indd 156 7/5/2012 9:51:10 AM