Page 153 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 153
Aku mengangguk, masih lima belas detik lagi lampu hijau.
”Kau sudah membaca dokumen pengambilalihan Bank
Semesta oleh Om Liem?”
”Belum selesai,” aku menjawab pendek.
”Ada update menarik, Thom. Aku menemukan sesuatu yang
akan membuatmu terkejut. Salah satu penasihat keuangan saat
proses itu dilakukan adalah Erik.”
Mobil di belakangku menekan klakson. Lampu hijau me-
nyala.
”Erik?” Aku berseru, untuk dua hal. Satu, untuk nama Erik.
Dua, untuk betapa tidak sabarnya mobil di belakangku. Aku
bergegas melepas rem tangan.
”Benar, Erik teman dekatmu. Ada nama lain yang mungkin
menarik buatmu. Salah satu pejabat level menengah bank sentral
juga ikut terlibat dalam proses pengambilalihan itu. Mereka
menyulap begitu banyak data. Bank itu seharusnya ditutup sejak
enam tahun lalu.”
Aku sudah tidak mendengarkan penjelasan Maggie lebih
lanjut. Ini fakta kecil yang menarik. Nama Erik dan nama pe-
jabat bank sentral itu, aku mengenalnya. Aku bergegas menutup
pembicaraan, menyuruh Maggie terus mencari tahu apa yang
bisa dia lakukan.
”Ya, ya, ya, aku ini memang kacung paling begomu, Thomas.
Aku akan menginap di kantor sajalah malam ini.” Maggie
berkeluh kesah, tapi aku sudah menutup telepon, membanting
setir, mobil berbalik arah seratus delapan puluh derajat, lebih
banyak lagi klakson mobil yang marah karena kaget. Aku balas
menekan klakson, membuat ramai perempatan. Tidak pernahkah
151
Isi-Negeri Bedebah.indd 151 7/5/2012 9:51:09 AM