Page 151 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 151

Setidaknya hingga besok pagi, aku bisa menitipkan Opa dan
               Om Liem ke tangan Kadek.



                                          ***


               Mobil  boks  laundry  meninggalkan  Pelabuhan  Sunda  Kelapa,
               menuju jantung kota.
                  ”Halo, Maggie.”
                  ”Halo,  Thom.  Kau  baik-baik  saja?”  Suara  Maggie  terdengar
               kencang,  bahkan  sebelum  kalimatku  hilang  di  ujung  speaker
               telepon genggam.
                  ”Aku baik, Mag. Tidak ada yang perlu kaucemaskan.”
                  ”Oh,  syukurlah.”  Suara  gadis  itu  terdengar  amat  lega. ”Dari
               tadi aku hendak meneleponmu, tapi urung, khawatir kau tidak
               dalam situasi baik mengangkat telepon, jangan-jangan kau masih
               dikejar polisi. Jangan-jangan kau malah sedang di sel polisi.”
                  ”Kau baik, Mag?” aku memotong.
                  ”Aku  juga  baik,  Thom.  Beberapa  petugas  sialan  itu  sempat
               berjaga di kantor selama satu jam, menginterogasi, bertanya ba-
               nyak  hal,  tapi  mereka  akhirnya  pergi,  bosan  melihat  wajah
               begoku,  menganggapku  hanya  sekretaris  tidak  berguna,  tidak

               tahu banyak hal.”
                  Aku  tertawa  sambil  menginjak  rem  mendengar  gurauan
               Maggie. Jalanan kota tidak terlalu ramai, tapi gerimis membuat
               pengendara sepeda motor kadang tidak terlihat. ”Mereka benar-
               benar keliru kalau begitu. Kau sekarang ada di mana?”
                  ”Di mana lagi, Thom?” Maggie berseru ketus. ”Aku di kantor
               sampai kau mengizinkanku pulang.”
                  Aku menyeringai. ”Kau memang staf nomor satu, Mag.”

                                          149




       Isi-Negeri Bedebah.indd   149                                 7/5/2012   9:51:09 AM
   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156