Page 174 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 174
bahkan hilang, itu diambil dari kumpulan uang premi yang ada.
Bukan uang rakyat, Thomas.”
Empat puluh lima menit berlalu, sebentar lagi pesawat men-
darat, hanya soal waktu tanda safety belt kembali menyala. Dua
petinggi lembaga keuangan itu sempurna sudah ”menguasai” pem-
bicaraan, berhasil memberikan pemahaman yang baik kepadaku
tentang wisdom dan berhentilah kasar menilai. Kebijakan
bukanlah ilmu pasti, sepintar apa pun kau.
”Kita tidak tahu. Belum.” Pejabat bank sentral menggeleng
takzim. ”Boleh jadi besok siang, boleh jadi besok malam, ketua
komite stabilitas sistem keuangan akan mengundang seluruh
pihak. Komitelah yang paling berwenang memutuskan apakah
Bank Semesta akan di-bail out atau tidak. Situasinya bergerak
cepat sekali. Dua hari lalu kita masih merahasiakan banyak hal.
Hari ini seluruh media massa seperti sudah tahu rilis terbaru
dari kami. Oh iya, rasa-rasanya aku pernah bertemu denganmu,
Thomas?”
Aku ikut tertawa. ”Mungkin kita pernah satu pesawat, Pak.
Bapak waktu itu juga pernah melihat anak muda yang mengeluar-
kan makian.”
Mereka berdua tertawa.
Lampu safety belt menyala. Pesawat yang kami tumpangi siap
mendarat. Satu-dua kalimat basa-basi menutup percakapan.
”Terima kasih banyak atas pembicaraan yang hebat ini, Pak.
Saya jadi memahami banyak hal.” Aku mengangguk. Mereka
tersenyum.
Di lorong garbarata turun dari pesawat, gubernur bank sentral
sempat menepuk bahuku. ”Aku tidak mungkin salah. Aku per-
nah bertemu denganmu, Thomas. Kau ikut hadir di konvensi
172
Isi-Negeri Bedebah.indd 172 7/5/2012 9:51:10 AM